Dalam sejarah perkembangannya kelompok Khawaarij merupakan kelompok oposisi paling fenomenal dalam sejarah pemerintahan Islam. Pada abad-abad awal hijriah Kelompok khawarij telah melakukan oposisi frontal berupa pemberontakan terhadap Pemerintahan Islam yang resmi yang di dukung oleh mayoritas Muslim.

Kelompok ini dikenal sebagai kelompok yang selalu memposisikan diri sebagai penentang kebijakan pemerintahan Islam pada jamannya. Dasar dari gerakan mereka adalah pemberlakuan syari’at Islam yang dilakukan secara kaku dan ketat. Untuk mendukung ideology yang mereka yakini, kaum kahawaarij mengembangkan system pengetahuan seperti yang dilakukan oleh kaum suni, syi’ah maupun mu’tazilah. Mereka juga mengembangkan pengetahuan Hadits yang cukup disiplin bahkan kelompok ini menjadi salah satu agen penyebar hadis-hadis Nabi saw. Beberapa tokoh hadis dari kelompok ini, di antaranya, Jabir bin Zayd, Abu Ubaydah Muslim bin Abu Karimah (145 H.), Rabi’ bin Habib al-Farahidi (80-175 H.), dan Abu Ghanim Bisyr bin Ghanim al-Khurasani (283 H). Namun demikian kaum Khawaarij juga memiliki berbagai penyimpangan yang tidak dapat dibenarkan dalam Islam. Seperti apa penyimpangan kaum Khawaarij? Berikut ini pendapat para Ulama dan dalil-dalilnya:

Khawaarij (الْخَوَارِجُ) adalah bentuk jamak (plural) dari kata khaarijiy (الْخَارِجِيُّ). Disebut khawaarij, karena mereka keluar dari jama’ah kaum muslimin. Khawaarij generasi awal, mereka keluar dari jama’ah kaum muslimin di bawah pemerintahan ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu.
Asy-Syihristaaniy rahimahullah berkata :
كُلُّ مَنْ خَرَجَ على الإمام الحق الذي اتفقت الجماعة عليه يُسمّى خَارِجِياً، سواء كان الخُرُوجُ في أيام الصَّحَابة على الأئمة الرَّاشدين، أو كان بعدهم على التابعين بإحسان، والأئمة في كل زمان

“Setiap orang yang keluar ketaatan terhadap imam yang hak, yang disepakati oleh jama’ah, maka dinamakan Khaarijiy (orang Khawaarij). Sama saja apakah ia keluar terhadap al-imaam ar-raasyidiin pada masa shahabat; atau keluar ketaatan terhadap taabi’iin dan para imam di setiap jaman setelah masa shahabat” [Al-Milal wan-Nihal, 1/114].
Al-Barbaahaariy rahimahullah berkata :
ومن قال الصلاة خلف كل بر وفاجر والجهاد مع كل خليفة ولم ير الخروج على السلطان بالسيف ودعا لهم بالصلاح فقد خرج من قول الخوارج أوله وآخره

“Barangsiapa berkata : ‘(sah) shalat di belakang orang yang baik ataupun jahat, jihad bersama semua khaliifah serta tidak berpendapat bolehnya keluar ketaatan dari sulthaan dengan pedang dan mendoakan mereka dengan kebaikan; sungguh ia telah keluar dari perkataan Khawaarij dari awal hingga akhirnya” [Syarhus-Sunnah, ].
Perkataan Al-Barbahaariy di atas pada intinya mengkonsekuensikan pendefinisian yang serupa dengan Asy-Syihristaaniy.
Pendefinisian yang hanya mencakup keluar ketaatan dari imam yang sah ini terlalu umum dan kurang akurat, karena beberapa shahabat (‘Aaisyah, Thalhah, Az-Zubair, Mu’aawiyyah, dan yang lainnya) pernah terlibat perselisihan dengan ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhum yang saat itu menjabat sebagai khalifah dan keluar ketaatan darinya; namun mereka tidak disebut sebagai Khawaarij berdasarkan kesepakatan. Pendefinisian ini merupakan pendefinisian umum secara siyaasiy tentang Khawaarij. Atau gampangnya : Benar, bahwasannya Khawaarij itu kelompok yang (membolehkan) keluar ketaatan dari imam yang sah[1], namun tidak semua yang keluar ketaatan dari imam yang sah itu disebut Khawaarij.
Ibnu Hazm rahimahullah berkata :
من وافق الخوارج من إنكار التحكيم، وتكفير أصحاب الكبائر، والقول بالخروج على الأئمة الجور، وأن أصحاب الكبائر مُخَلِّدُون في النَّار، وأَنَّ الإمامة جائزةٌ في غير قريش، فهو خارجِيٌّ

“Barangsiapa yang mencocoki Khawaarij dalam permasalahan pengingkaran terhadap tahkiim, pengkafiran para pelaku dosa besar, bolehnya keluar ketaatan terhadap para imam yang jahat/dhalim, para pelaku dosa besar kelak kekal di dalam neraka (bila selama hidupnya belum bertaubat), dan imamah diperbolehkan bagi selain Quraisy[2]; maka ia adalah Khaarijiy (orang Khawaarij)” [Al-Fashl fil-Milal wan-Nihal, 2/270].
Pendefinisian Ibnu Hazm rahimahullah ini memasukkan pengkafiran terhadap pelaku dosa besar.
Ibnul-Jauziy rahimahullah berkata :
وما زالت الخوارج تخرج عَلَى الأمراء ولهم مذاهب مختلفة، وكان أصحاب نافع بْن الأزرق يقولون: نحن مشركون مَا دمنا فِي دار الشرك، فَإِذَا خرجنا فنحن مسلمون قالوا: ومخالفونا فِي المذهب مشركون، ومرتكبوا الكبائر مشركون، والقاعدون عَنْ موافقتنا فِي القتال كفرة، وأباح هؤلاء قتل النساء والصبيان من المسلمين، وحكموا عليهم بالشرك

“Khawaarij senantiasa keluar ketaatan terhadap umaraa’, dan mereka mempunyai beberapa madzhab yang bermacam-macam. Para pengikut Naafi’ bin Azraq berkata : ‘Kami berstatus musyrik selama kami tinggal di negeri syirik (Daarusy-Syirk). Apabila kami keluar darinya, maka status kami adalah muslim’. Mereka juga berkata : ‘Dan orang-orang yang menyelisihi kami dalam madzhab adalah orang-orang musyrik. Para pelaku dosa besar adalah musyrik. Orang-orang yang duduk berdiam diri untuk mendukung kami dalam peperangan, berstatus kafir’. Mereka (Khawaarij) membolehkan membunuh wanita dan anak-anak kaum muslimin, dan menghukumi mereka sebagai orang musyrik” [Talbiis Ibliis, 130-131].
Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata :
ولهم خاصتان مشهورتان فارقوا بهما جماعة المسلمين وأئمتهم‏:‏
أحدهما‏:‏ خروجهم عن السنة، وجعلهم ما ليس بسيئة سيئة، أو ما ليس بحسنة حسنة، ........‏
الفرق الثاني في الخوارج وأهل البدع‏:‏ أنهم يكفرون بالذنوب والسيئات‏.‏ ويترتب على تكفيرهم بالذنوب استحلال دماء المسلمين وأموالهم، وأن دار الإسلام دار حرب، ودارهم هي دار الإيمان‏.

“Mereka (Khawaarij) mempunyai dua kekhususan/ciri khas masyhur yang membedakan dengannya jama’ah kaum muslimin dan para imam mereka. Pertama, keluarnya mereka dari sunnah, sehingga menjadikan untuk mereka sesuatu yang bukan kejelekan sebagai kejelekan atau yang bukan kebaikan sebagai kebaikan....

Kedua, Khawaarij dan para pelaku bid’ah mengkafirkan seseorang dengan sebab dosa dan kesalahan. Akibat dari pengkafiran mereka dengan sebab dosa tersebut, mereka menghalalkan darah dan harta kaum muslimin[3]. Mereka anggap negeri Islam (Daarul-Islaam) sebagai negeri yang mesti diperangi (Daarul-Harb), dan negeri yang mereka tinggali sebagai negeri iman (Daarul-Iimaan)” [Majmuu’ Al-Fataawaa, 19/71-73].
Dr. Naashir bin ‘Abdil-Kariim Al-‘Aql hafidhahullah berkata :
هم الذين يُكَفِّرُون بالمعاصي ويخرجون على أئمة المسلمين وجماعتهم

“(Khawaarij) adalah mereka yang mengkafirkan dengan sebab kemaksiatan (dosa) dan keluar ketaatan dari para imam kaum muslimin dan jama’ah mereka” [Al-Khawaarij, hal. 19].

Dr. ‘Abdul-Kariim Al-Khudlair hafidhahullah berkata :
فإن كان مع خروجهم على الإمام مصحوب بتكفير للمسلمين، بمجرد ارتكابهم بعض الذنوب والكبائر فهؤلاء خوارج، حكمهم حكم الخوارج، إذا صحب حملهم السلاح ورأوا السيف على المسلمين، وكفروهم بالذنوب هؤلاء هم الخوارج

“Dan apabila keluarnya ketaatan mereka terhadap imam disertai dengan pengkafiran terhadap kaum muslimin dengan sebab melakukan sebagian dosa dan kabaair (dosa-dosa besar), maka mereka adalah Khawaarij. Hukum (yang berlaku bagi) mereka adalah hukum Khawaarij. Apabila mereka mempunyai persenjataan dan berpandangan bolehnya mengangkat pedang terhadap kaum muslimin, serta mengkafirkan mereka dengan sebab dosa-dosa, mereka itulah yang disebut Khawaarij” [Syarh ‘Umdatil-Ahkaam, Kitaabul-Jihaad, kaset kedua - http://www.khudheir.com/text/4602].

Pendefinisian inilah yang lebih benar, wallaahu a’lam.

Abul-Hasan Al-Asy’ariy rahimahullah berkata :
أجمعت الخوارج على إكفار علي بن أبي طالب - رضى الله عنه - إن حكم وهم مختلفون هل كفره شرك أم لا؟ وأجمعوا على أن كل كبيرة كفر إلا النجدات فإنها لا تقول ذلك

“Khawaarij sepakat tentang kekafiran ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu, ketika ia mengangkat juru runding. Namun mereka berselisih pendapat apakah kekufurannya dikatagorikan syirik atau bukan. Dan mereka sepakat bahwa semua dosa besar mengkonsekuensikan kekafiran, kecuali kelompok An-Najdaat yang tidak berpendapat demikian” [Maqaalatul-Islaamiyyiin, 1/167].
Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata :
والخوارج هم أول من كفر المسلمين، يكفرون مَنْ خالفهم في بدعتهم، ويستحلون دمه وماله

“Khawaarij adalah kelompok yang pertama kali mengkafirkan kaum muslimin. Mereka mengkafirkan orang yang menyelisihi bid’ah merela dan menghalalkan darah dan hartanya” [Majmuu’ Al-Fataawaa, 3/349].

Ada beberapa nama lain bagi kelompok Khawaarij ini, di antaranya :
a. Al-Haruuriyyah.
Mereka dinamakan dengan Al-Haruuriyyah dikarenakan keluarnya mereka pertama kali dari Haruuraa’, satu tempat di dekat Kuufah di negeri ‘Iraaq [Maqaalaatul-Islaamiyyiin 1/207, Al-Farqu Bainal-Firaq hal. 75, dan Syarh Shahiih Muslim lin-Nawawiy 7/170].
Istilah Haruuriyyah bagi Khawaarij banyak terdapat dalam riwayat, di antaranya :
حَدَّثَنَا عَبْدُ بْنُ حُمَيْدٍ، أَخْبَرَنَا عَبْدُ الرَّزَّاقِ، أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ، عَنْ عَاصِمٍ، عَنْ مُعَاذَةَ، قَالَتْ: " سَأَلْتُ عَائِشَةَ، فَقُلْتُ: مَا بَالُ الْحَائِضِ، تَقْضِي الصَّوْمَ، وَلَا تَقْضِي الصَّلَاةَ؟ فَقَالَتْ: أَحَرُورِيَّةٌ أَنْتِ؟ قُلْتُ: لَسْتُ بِحَرُورِيَّةٍ، وَلَكِنِّي أَسْأَلُ، قَالَتْ: كَانَ يُصِيبُنَا ذَلِكَ فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ، وَلَا نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلَاةِ "

Telah menceritakan kepada kami ‘Abd bin Humaid : Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Abdurrazzaaq : Telah mengkhabarkan kepada kami Ma’mar, dari ‘Aashim, dari Mu’aadzah, ia berkata : Aku pernah bertanya kepada ‘Aaisyah. Aku katakan : ”Bagaimana dengan wanita haidl, ia mengqadla puasa namun tidak mengqadla shalat?”. Aaisyah menjawab : ”Apakah kamu seorang Haruuriyyah (Khaawarij)?”. Aku menjawab : ”Aku bukan Haruuriyyah, tapi aku sekedar bertanya”. Aisyah berkata : ”Kami pernah mengalami begitu. Lalu kami diperintahkan untuk mengqadla puasa dan kami tidak diperintahkan untuk mengqadla shalat” [Diriwayatkan oleh Muslim no. 335].

An-Nawawiy rahimahullah berkata :
فمعنى قول عائشة رضي الله عنها أن طائفة من الخوارج يوجبون على الحائض قضاء الصلاة الفائتة في زمن الحيض وهو خلاف إجماع المسلمين،

“Makna perkataan ‘Aaisyah radliyallaahu ‘anhaa (yaitu : ‘apakah kamu seorang Haruuriyyah ?’ – Abul-Jauzaa’) bahwasannya satu kelompok dari Khawaarij mewajibkan wanita haidl untuk mengqadlaa’ shalat yang ditinggalkan saat datang haidl. Dan hal itu menyelisihi ijma’ kaum muslimin” [Syarh Shahiih Muslim, 4/27].
حَدَّثَنِي مُحَمَّدُ بْنُ بَشَّارٍ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ، حَدَّثَنَا شُعْبَةُ، عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرَّةَ، عَنْ مُصْعَبِ بْنِ سَعْدٍ، قَالَ: سَأَلْتُ أَبِي قُلْ هَلْ نُنَبِّئُكُمْ بِالأَخْسَرِينَ أَعْمَالا هُمْ الْحَرُورِيَّةُ ؟ قَالَ: لَا، هُمْ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى، أَمَّا الْيَهُودُ فَكَذَّبُوا مُحَمَّدًا صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَمَّا النَّصَارَى فَكَفَرُوا بِالْجَنَّةِ، وَقَالُوا: لَا طَعَامَ فِيهَا وَلَا شَرَابَ، وَالْحَرُورِيَّةُ الَّذِينَ يَنْقُضُونَ عَهْدَ اللَّهِ مِنْ بَعْدِ مِيثَاقِهِ، وَكَانَ سَعْدٌ يُسَمِّيهِمُ الْفَاسِقِينَ "

Telah menceritakan kepadaku Muhammad bin Basysyaar : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Ja’far : Telah menceritakan kepada kami Syu’bah, dari ‘Amru bin Murrah, dari Mush’ab bin Sa’d, ia berkata : Aku pernah bertanya kepada ayahku (Sa’d bin Abi Waqqaash) tentang ayat : ‘Katakanlah: "Apakah akan kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?’ (QS. Al-Kahfi : 103), apakah mereka itu Haruuriyyah ?. Ia (ayahku) menjawab : “Tidak. Mereka adalah Yahudi dan Nashaaraa. Adapun Yahuudi, mereka mendustakan Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam, dan Nashaaraa mengingkari surga. Mereka berkata : ‘Tidak ada makanan dan minuman padanya (surga)’. Tentang Haruuriyyah, maka itu ada pada ayat : ‘(yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh’ (QS. Al-Baqarah : 27)”. Sa’d menamai mereka sebagai orang-orang fasiq [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 4728].
b. Al-Maariqah.
Penamaan dan pensiafatan ini bagi mereka terdapat dalam hadits :
يَمْرُقُونَ مِنَ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ

“Mereka keluar dari agama seperti keluarnya anak panah dari busurnya”.

Al-Qurthubiy rahimahullah berkata :
وبهذا الفظ سُمُّوا : المارقة

“Dan dengan lafadh ini, mereka dinamakan Al-Maariqah” [lihat : Al-Mufhim 3/109, Al-Istidzkaar 8/82, dan Syarh Shahiih Muslim lil-Qaadliy ‘Iyaadl 3/608].
وَأَخْبَرَنِي يُوسُفُ بْنُ مُوسَى، أَنَّ أَبَا عَبْدِ اللَّهِ، قِيلَ لَهُ: " أَكَفَرَ الْخَوَارِجُ؟ قَالَ: هُمْ مَارِقَةٌ، قِيلَ: أَكُفَّارٌ هُمْ؟ قَالَ: هُمْ مَارِقَةٌ مَرَقُوا مِنَ الدِّينِ "

Telah mengkhabarkan kepadaku Yuusuf bin Muusaa, bahwasannya Abu ‘Abdillah (Ahmad bin Hanbal) pernah ditanya : “Apakah Khawaarij itu kafir ?”. Ia menjawab : Mereka adalah Al-Maariqah”. Dikatakan kepadanya : “Apakah mereka itu kafir ?”. Ia menjawab : “Mereka adalah maariqah, keluar dari agama” [Diriwayatkan oleh Al-Khallaal dalam As-Sunnah, 1/145 no. 111; hasan].
c. Al-Mukaffirah.
Dinamakan dengan ini karena mereka mengkafirkan seseorang dengan sebab kemaksiatan dan dosa besar (kabaair), serta mengkafirkan orang yang menyelisihi mereka dari kaum muslimin dan menghukuminya dengan kekekalan di neraka [Al-Farqu bainal-Firaq hal. 73, Al-Milal wan-Nihal 1/114, dan Majmuu’ Al-Fataawaa 19/75].
Ibnu ‘Abdil-Barr rahimahullah berkata :
وهم قوم استحلوا بما تأولوا من كتاب الله عز وجل دماء المسلمين، وكفروهم بالذنوب، وحملوا عليهم السيف

“Mereka adalah satu kaum yang menghalalkan darah kaum muslimin dengan pena’wilan mereka terhadap Kitabullah ‘azza wa jalla, dan mengkafirkan mereka (kaum muslimin) dengan sebab dosa dan mengangkat pedang terhadap mereka.....” [Al-Istidzkaar, 8/85].

Pada kesempatan ini, akan dibahas satu hadits yang berbicara tentang Khawaarij dan uraian beberapa faedah yang terkandung di dalamnya.
حَدَّثَنَا أَبُو كُرَيْبٍ مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ، حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ عَيَّاشٍ، عَنْ عَاصِمٍ، عَنْ زِرٍّ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " يَخْرُجُ فِي آخِرِ الزَّمَانِ قَوْمٌ أَحْدَاثُ الْأَسْنَانِ، سُفَهَاءُ الْأَحْلَامِ، يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَا يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ، يَقُولُونَ مِنْ قَوْلِ خَيْرِ الْبَرِيَّةِ، يَمْرُقُونَ مِنَ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ "

Telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib bin Al-‘Alaa’ : Telah menceritakan kepada kami Abu Bakr bin ‘Ayyaasy, dari ‘Aashim, dari Zirr, dari ‘Abdullah bin Mas’uud, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Akan keluar di akhir jaman kelak satu kaum yang berusia muda dan lemah akalnya. Mereka membaca Al-Qur’an namun tidak sampai melewati tenggorokannya. Mereka berkata dengan sebaik-baik perkataan manusia, namun mereka keluar dari agama sebagaimana keluarnya anak panah dari busurnya” [Diriwayatkan oleh At-Tirmidziy no. 2188, dan ia berkata : “Hadits hasan shahih”].
Al-Albaniy menghukumi hadits tersebut semisal dengan At-Tirmidziy dalam Shahiih Sunan At-Tirmidziy 2/470, Maktabah Al-Ma’aarif, Cet. 1/1420 H.
Diriwayatkan juga hadits semisalnya dari ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu oleh Al-Bukhaariy no. 3611 & 5057 & 6930, Muslim no. 1066, Abu Daawud no. 4767, dan yang lainnya.
Beberapa faedah :

1. Dalam hadits ini terdapat dalil orang-orang Khawaarij akan muncul di akhir jaman.


Yang dimaksud dengan akhir jaman di sini adalah jaman shahabat, karena diketahui munculnya kelompok Khawaarij ini pada jaman shahabat. Atau mungkin juga yang dimaksudkan adalah akhir jaman khilafah Nubuwwah dan khilafah Raasyidah – karena munculnya kelompok Khawaarij ini pada jaman kekhilafan ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu. Wallaahu a’lam [Fathul-Baariy, 12/287].
Adapun cikal bakal Khawaarij sendiri telah muncul di jaman Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, saat seorang yang bernama Dzul-Khuwaisirah mendakwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah berlaku dhalim dalam pembagian harta rampasan perang.
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مُحَمَّدٍ، حَدَّثَنَا هِشَامٌ، أَخْبَرَنَا مَعْمَرٌ، عَنِ الزُّهْرِيِّ، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ، قَالَ: بَيْنَا النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْسِمُ، جَاءَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ ذِي الْخُوَيْصِرَةِ التَّمِيمِيُّ، فَقَالَ: " اعْدِلْ يَا رَسُولَ اللَّهِ، فَقَالَ: وَيْلَكَ وَمَنْ يَعْدِلُ إِذَا لَمْ أَعْدِلْ، قَالَ عُمَرُ بْنُ الْخَطَّابِ: دَعْنِي أَضْرِبْ عُنُقَهُ، قَالَ: دَعْهُ فَإِنَّ لَهُ أَصْحَابًا يَحْقِرُ أَحَدُكُمْ صَلَاتَهُ مَعَ صَلَاتِهِ، وَصِيَامَهُ مَعَ صِيَامِهِ، يَمْرُقُونَ مِنَ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ......

Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Muhammad : Telah menceritakan kepada kami Hisyaam : Telah mengkhabarkan kepada kami Ma’mar, dari Az-Zuhriy, dari Abu Salamah, dari Abu Sa’iid, ia berkata : Ketika Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam sedang membagi (harta rampasan), tiba-tiba ‘Abdullah bin Dzil-Khuwaishirah At-Tamiimiy datang, lalu berkata : “Berbuat adillah wahai Muhammad !”. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : "Celaka engkau. Siapakah yang akan berbuat adil jika aku tak berbuat adil ?". Mendengar itu ‘Umar bin Al-Khaththaab berkata : “Ijinkanlah aku untuk memenggal lehernya !”. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : "Biarkan saja ia, sebab ia mempunyai beberapa teman yang salah seorang diantara kalian akan menganggap remeh shalatnya dibanding dengan shalat orang itu, menganggap remeh puasanya dengan puasa orang itu. (Akan tetapi) mereka keluar dari agama seperti anak panah keluar dari busurnya....” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 6933].

Kemudian muncul di jaman ‘Aliy bin Abi Thaalib radliyallaahu ‘anhu dengan kekuatan dan pendukung untuk melawannya (‘Aliy).
أَخْبَرَنَا أَبُو الْحَسَنِ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ يَعْقُوبَ بْنِ أَحْمَدَ الْفَقِيهُ، بِالطَّابِرَانِ، نَا أَبُو عَلِيٍّ مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ الْحَسَنِ بْنِ الصَّوَّافِ، نَا أَبُو يَعْقُوبَ إِسْحَاقُ بْنُ الْحَسَنِ بْنِ مَيْمُونٍ الْحَرْبِيُّ، نَا أَبُو غَسَّانَ، نَا زِيَادٌ الْبَكَّائِيُّ، نَا مُطَرِّفُ بْنُ طَرِيفٍ، عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ الْجَهْمِ أَبِي الْجَهْمِ مَوْلَى الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ، عَنِ الْبَرَاءِ بْنِ عَازِبٍ، قَالَ: " بَعَثَنِي عَلِيُّ إِلَى النَّهَرِ إِلَى الْخَوَارِجِ، فَدَعَوْتُهُمْ ثَلاثًا قَبْلَ أَنْ نُقَاتِلَهُمُ "

Telah mengkhabarkan kepada kami Abul-Hasan bin Muhammad bin Ya’quub bin Ahmad Al-Faqiih di negeri Thaabiraan : Telah mengkhabarkan kepada kami Abu ‘Aliy Muhammad bin Ahmad bin Al-Hasan bin Ash-Shawwaaf : Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Ya’quub Ishaaq bin Al-Hasan bin Maimuun Al-Harbiy : Telah mengkhabarkan kepada kami Abu Ghassaan : Telah mengkhabarkan kepada kami Ziyaad Al-Bakkaa’iy : Telah mengkhabarkan kepada kami Mutharrif bin Thariif, dari Sulaimaan bin Al-Jahm Abul-Jahm maulaa Al-Barraa’ bin ‘Aazib, dari Al-Barraa’ bin ‘Aazib, ia berkata : “’Aliy pernah mengutusku ke Nahrawan menemui orang-orang Khawaarij. Lalu aku menyeru mereka untuk bertaubat sebanyak tiga kali sebelum kami memerangi mereka” [Diriwayatkan oleh Al-Baihaqiy dalam Ash-Shughraa no. 3393].
Sanad riwayat ini hasan. Semua perawinya tsiqaat kecuali Ziyaad Al-Bakaa’iy, seorang yang shaduuq.
Mereka terus berkesinambungan hingga kelak muncul dalam barisan pasukan Dajjaal.
حَدَّثَنَا هِشَامُ بْنُ عَمَّارٍ، حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ حَمْزَةَ، حَدَّثَنَا الْأَوْزَاعِيُّ، عَنْ نَافِعٍ، عَنْ ابْنِ عُمَرَ، أَنّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " يَنْشَأُ نَشْءٌ يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَا يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ، كُلَّمَا خَرَجَ قَرْنٌ قُطِعَ "، قَالَ ابْنُ عُمَرَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: " كُلَّمَا خَرَجَ قَرْنٌ قُطِعَ " أَكْثَرَ مِنْ عِشْرِينَ مَرَّةً، " حَتَّى يَخْرُجَ فِي عِرَاضِهِمُ الدَّجَّالُ "

Telah menceritakan kepada kami Hisyaam bin ‘Ammaar : Telah menceritakan kepada kami Yahyaa bin Hamzah : Telah menceritakan kepada Al-Auzaa’iy, dari Naafi’, dari Ibnu ‘Umar : Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda : “Akan tumbuh berkembang para pemuda yang membaca Al-Qur’an, namun tidak sampai melewati tenggorokan mereka. Setiap muncul satu generasi akan tertumpas”. Ibnu ‘Umar berkata : Aku mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Setiap muncul satu generasi akan tertumpas – lebih dari duapuluh kali kemunculannya – hingga Dajjaal keluar bersama pasukan mereka” [Diriwayatkan oleh Ibnu Maajah no. 174].
Dihasankan oleh Al-Albaaniy dalam Silsilah Ash-Shahiihah 5/582-583 no. 2455, Maktabah Al-Ma’aarif, Cet. Thn. 1415 H.

2. Orang-orang Khawaarij didominasi orang-orang berusia muda yang tidak kokoh ilmunya.


Ibnu Hajar rahimahullah berkata :
والأسنان جمع سن والمراد به العمر، والمراد أنهم شباب. قوله: "سفهاء الأحلام" جمع حلم بكسر أوله والمراد به العقل، والمعنى أن عقولهم رديئة. وقال النووي: يستفاد منه أن التثبت وقوة البصيرة تكون عند كمال السن وكثرة التجارب وقوة العقل.

“Dan kata al-asnaan (الْأَسْنَانُ) adalah jamak dari kata sinn (سِنٌّ) yang berarti usia. Maksudnya, mereka (Khawaarij) itu dalah para pemuda. Dan sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam : ‘sufahaa’ul-ahlaam’; ahlaam (أَحْلَامٌ) adalah jamak dari hilm (حِلْمٌ) yang berarti akal. Maknanya adalah : akal mereka rusak. An-Nawawiy berkata : ‘Diambil faedah darinya bahwasannya tatsabbut dan kekuatan bashiirah (pandangan) ada pada kesempurnaan usia, banyaknya pengalaman, dan kuatnya akal” [Fathul-Baariy, 12/287].
حَدَّثَنَا أَبُو أَحْمَدَ حَمْزَةُ بْنُ الْعَبَّاسِ الْعَقَبِيُّ بِبَغْدَادَ، ثنا عَبْدُ الْكَرِيمِ بْنُ هُشَيْمٍ، ثنا نُعَيْمُ بْنُ حَمَّادٍ، وَأَخْبَرَنَا أَبُو الْعَبَّاسِ مُحَمَّدُ بْنُ أَحْمَدَ الْمَحْبُوبِيُّ بِمَرْوَ، ثنا أَحْمَدُ بْنُ سَيَّارٍ، ثنا عَبْدُ الْوَارِثِ بْنُ عُبَيْدِ اللَّهِ، قَالا: ثنا عَبْدُ اللهِ بْنُ الْمُبَارَكِ، أَنْبَأَ خَالِدُ بْنُ مِهْرَانَ الْحَذَّاءُ، عَنْ عِكْرِمَةَ، عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " الْبَرَكَةُ مَعَ أَكَابِرِكُمْ "

Telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad Hamzah bin Al-‘Abbaas Al-‘Aqabiy di Baghdaad : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdul-Kariim bin Husyaim : Telah menceritakan kepada kami Nu’aim bin Hammaad (ح). Dan telah mengkhabarkan kepada kami Abul-‘Abbaas Muhammad bin Ahmad Al-Mahbuubiy di Marwi : Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Sayyaar : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdul-Waarits bin ‘Ubaidillah; mereka berdua berkata : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Al-Mubaarak : Telah memberitakan Khaalid bin Mihraan Al-Hadzdzaa’, dari ‘Ikrimah, dari Ibnu ‘Abbaas, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Barakah itu bersama dengan orang-orang tua (akaabir) di kalangan kalian” [Diriwayatkan oleh Al-Haakim dalam Al-Mustadrak, 1/62; dan ia berkata : “Shahih sesuai persyaratan Al-Bukhaariy, namun ia tidak meriwayatkannya”].
Dishahihkan oleh Al-Albaaniy dalam Silsilah Ash-Shahiihah 4/380-381 no. 1778, Maktabah Al-Ma’aarif, Cet. Thn. 1415 H.
Sebagian ulama memahami makna akaabir di sini adalah dalam makna usia. Ibnu Qutaibah rahimahullah berkata :
لَا يَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا كَانَ عُلَمَاؤُهُمُ الْمَشَايِخَ، وَلَمْ يَكُنْ عُلَمَاؤُهُمُ الْأَحْدَاثَ لِأَنَّ الشَّيْخَ قَدْ زَالَتْ عَنْهُ مُتْعَةُ الشَّبَابِ، وَحِدَّتُهُ، وَعَجَلَتُهُ، وَسَفَهُهُ، وَاسْتَصْحَبَ التَّجْرِبَةَ وَالْخِبْرَةَ، فَلَا يَدْخُلُ عَلَيْهِ فِي عِلْمِهِ الشُّبْهَةُ، وَلَا يَغْلِبُ عَلَيْهِ الْهَوَى، وَلَا يَمِيلُ بِهِ الطَّمَعُ، وَلَا يَسْتَزِلُّهُ الشَّيْطَانُ اسْتِزْلَالَ الْحَدَثِ، وَمَعَ السِّنِّ الْوَقَارُ وَالْجَلَالَةُ وَالْهَيْبَةُ

“Manusia senantiasa berada dalam kebaikan selama ulama-ulama mereka adalah orang-orang tua, dan tidak berusia muda. Hal itu dikarenakan orang yang telah tua telah hilang darinya kesenangan, sifat emosi, tergesa-gesa, kebodohan yang kerap ada pada diri pemuda. Juga karena telah berpengalaman dan berpengetahuan, sehingga tidak masuk dalam ilmu mereka syubhat; tidak pula diliputi hawa nafsu, tidak condong pada ketamakan, serta tidak tergelilincirkan oleh syaithan sebagaimana ketergelinciran yang dialami umumnya pemuda. Dengan banyaknya usia, terdapat kewibawaan, keagungan, dan rasa segan.......” [Nashiihatu Ahlil-Hadiits oleh Al-Khathiib Al-Baghdaadiy hal. 30].

3. Orang-orang Khawaarij adalah orang yang gemar membaca Al-Qur’an.


Ibnu Hajar rahimahullah berkata :
وكان يقال لهم القراء لشدة اجتهادهم في التلاوة والعبادة، إلا أنهم كانوا يتأولون القرآن على غير المراد منه ويستبدون برأيهم ويتنطعون في الزهد والخشوع وغير ذلك

“Dan mereka (Khawaarij) disebut qurraa’ dikarenakan besarnya kesungguhan mereka dan membaca Al-Qur’an dan ibadah. Namun, mereka menta’wilkan Al-Qur’an pada sesuatu yang bukan maksudnya, mengutamakan pendapat mereka, berlebih-lebihan dalam zuhd dan khusyu’, dan yang lainnya” [Fathul-Baariy, 12/283].
Ibnu ‘Abdil-Barr rahimahullah berkata :
وفي هذا الحديث نص على أنَّ القرآن قد يقرؤه مَنْ لا دين له، ولا خير فيه، ولا يجاوز لسانه

“Dan dalam hadits ini merupakan nash bahwa Al-Qur’an kadang dibaca oleh orang yang tidak mempunyai agama, kebaikan, dan tidak melampaui lisannya (tidak memahami)” [Al-Istidzkaar, 8/90].
حَدَّثَنَا زَيْدُ بْنُ الْحُبَابِ مِنْ كِتَابِهِ، حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ شُرَيْحٍ، سَمِعْتُ شُرَحْبِيلَ بْنَ يَزِيدَ الْمَعَافِرِيَّ، أَنَّهُ سَمِعَ مُحَمَّدَ بْنَ هدَيَّةَ الصَّدَفِيَّ، قَال: سَمِعْتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَمْرِو بْنِ العاص، يَقُولُ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: " إِنَّ أَكْثَرَ مُنَافِقِي أُمَّتِي قُرَّاؤُهَا "

Telah menceritakan kepada kami Zaid bin Al-Hubaab dari kitabnya : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdurrahmaan bin Syuraih : Aku mendengar Syurahbiil bin Yaziid Al-Mu’aafiriy, bahwasannya ia mendengar Muhammad bin Hadiyyah Ash-Shadafiy berkata : Aku mendengar ‘Abdullah bin ‘Amru bin Al-‘Aash berkata : Aku mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya mayoritas orang munafiq di kalangan umatku adalah para qari’-nya” [Diriwayatkan oleh Ahmad 2/175 no. 6633].
Sanad riwayat ini hasan, dan shahih dengan keseluruhan jalannya. Dishahihkan oleh Al-Arna’uth dkk. dalam Takhriij Musnad Al-Imaam Ahmad, 11/209-210, Muassasah Ar-Risaalah, Cet. 1/1417].

Dalam riwayat lain, selain gemar membaca Al-Qur’an, Khawaarij juga merupakan kaum yang gemar beribadah kepada Allah ta’ala.
حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ يُوسُفَ، أَخْبَرَنَا مَالِكٌ، عَنْ يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ، عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ إِبْرَاهِيمَ بْنِ الْحَارِثِ التَّيْمِيِّ، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، أَنَّهُ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: " يَخْرُجُ فِيكُمْ قَوْمٌ تَحْقِرُونَ صَلَاتَكُمْ مَعَ صَلَاتِهِمْ، وَصِيَامَكُمْ مَعَ صِيَامِهِمْ، وَعَمَلَكُمْ مَعَ عَمَلِهِمْ، وَيَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَا يُجَاوِزُ حَنَاجِرَهُمْ، يَمْرُقُونَ مِنَ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ........

Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin Yuusuf : Telah mengkhabarkan kepada kami Maalik, dari Yahyaa bin Sa’iid, dari Muhammad bin Ibraahiim bin Al-Haarits At-Taimiy, dari Abu Salamah bin ‘Abdirrahmaan, dari Abu Sa’iid Al-Khudriy radliyallaahu ‘anhu, bahwasannya ia pernah mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Akan keluar pada kalian satu kaum yang kalian akan anggap remeh shalat kalian dibandingkan shalat mereka, puasa kalian dibandingkan puasa mereka, dan amal kalian dibandingkan amal mereka. Dan mereka membaca Al-Qur’an namun tidak melewati tenggorokan mereka. Mereka keluar dari agama seperti keluarnya anak panah dari busurnya.....” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 5058].
عَنْ عِكْرِمَةَ بْنِ عَمَّارٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو زُمَيْلٍ الْحَنَفِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: ......فَدَخَلْتُ عَلَى قَوْمٍ لَمْ أَرَ قَوْمًا قَطُّ أَشَدَّ اجْتِهَادًا مِنْهُمْ، أَيْدِيهِمْ كَأَنَّهَا ثَفِنُ الإِبِلِ، وَوُجُوهُهُمْ مُعَلَّمَةٌ مِنْ آثَارِ السُّجُودِ.....

Dari ‘Ikrimah bin ‘Ammaar, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Abu Zumail Al-Hanafiy, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami ‘Abdullah bin ‘Abbaas radliyallaahu ‘anhu, ia berkata : “....Lalu aku pun menemui satu kaum yang aku tidak pernah melihat satu kaum yang lebih hebat kesungguhan (ibadahnya) dibandingkan mereka. Tangan-tangan mereka seperti tapak kaki onta, dan wajah-wajah mereka terdapat tanda hitam bekas sujud....” [Diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaaq 10/157-158 no. 18678; shahih].

Banyaknya ibadah yang mereka lakukan tidaklah bermanfaat, karena mereka berlebih-lebihan dalam menjalankannya. Dalam riwayat lain disebutkan :
حَدَّثَنَا يَزِيدُ، حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَمْرٍو، عَنْ أَبِي سَلَمَةَ، قَالَ: جَاءَ رَجُلٌ إِلَى أَبِي سَعِيدٍ، فَقَالَ هَلْ سَمِعْتَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَذْكُرُ فِي الْحَرُورِيَّةِ شَيْئًا؟ قَالَ: " سَمِعْتُهُ يَذْكُرُ قَوْمًا يَتَعَمَّقُونَ فِي الدِّينِ، يَحْقِرُ أَحَدُكُمْ صَلَاتَهُ عِنْدَ صَلَاتِهِمْ، وَصَوْمَهُ عِنْدَ صَوْمِهِمْ، يَمْرُقُونَ مِنَ الدِّينِ كَمَا يَمْرُقُ السَّهْمُ مِنَ الرَّمِيَّةِ......

Telah menceritakan kepada kami Yaziid : Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin ‘Amru, dari Abu Salamah, ia berkata : Seorang laki-laki mendatangi Abu Sa’iid dan berkata : “Apakah engkau pernah mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan sesuatu tentang Haruuriyyah (Khawaarij) ?”. Ia berkata : “Aku pernah mendengar beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan satu kaum yang berlebih-lebihan dalam agama, yang salah seorang di antara kalian akan menganggap remeh shalatnya dibandingkan shalat mereka dan puasanya dibandingkan puasa mereka. Mereka keluar dari agama seperti keluarnya anak panah dari busurnya....” [Diriwayatkan oleh Ahmad, 3/33-34].
Sanad riwayat ini hasan, dan shahih dengan keseluruhan jalannya. Dishahihkan oleh Al-Arna’uth dkk. dalam Takhriij Musnad Al-Imaam Ahmad, 17/393.

An-Nawawiy rahimahullah berkata :
وأنهم يشددون في الدين في غير موضع التشديد

“Dan mereka (Khawaarij) ketat/mempersulit diri dalam agama pada sesuatu yang tidak perlu untuk memperketat/mempersulit diri” [Syarh Shahiih Muslim, 7/172].
Sikap berlebih-lebihan dalam agama hanyalah akan menimbulkan kesulitan dan kebinasaan. Oleh karena itu, Islam melarang sikap berlebih-lebihan dalam agama.
Allah ta’ala berfirman :
قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ لا تَغْلُوا فِي دِينِكُمْ غَيْرَ الْحَقِّ وَلا تَتَّبِعُوا أَهْوَاءَ قَوْمٍ قَدْ ضَلُّوا مِنْ قَبْلُ وَأَضَلُّوا كَثِيرًا وَضَلُّوا عَنْ سَوَاءِ السَّبِيلِ

“Katakanlah: "Hai Ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus” [QS. Al-Maaidah : 77].
حَدَّثَنَا عَبْدُ السَّلَامِ بْنُ مُطَهَّرٍ، قَالَ: حَدَّثَنَا عُمَرُ بْنُ عَلِيٍّ، عَنْ مَعْنِ بْنِ مُحَمَّدٍ الْغِفَارِيِّ، عَنْ سَعِيدِ بْنِ أَبِي سَعِيدٍ الْمَقْبُرِيِّ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: إِنَّ الدِّينَ يُسْرٌ، وَلَنْ يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ إِلَّا غَلَبَهُ....

Telah menceritakan kepada kami ‘Abdus-Salaam bin Muthahhir, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami ‘Umar bin ‘Aliy, dari Ma’n bin Muhammad Al-Ghifaariy, dari Sa’iid bin Abi Sa’iid Al-Maqburiy, dari Abu Hurairah, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda : “Sesungguhnya agama itu mudah. Dan tidaklah ada yang mempersulitnya kecuali agama akan mengalahkannya.....” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 39].
أَخْبَرَنَا يَعْقُوبُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الدَّوْرَقِيُّ، قَالَ: حَدَّثَنَا ابْنُ عُلَيَّةَ، قَالَ: حَدَّثَنَا عَوْفٌ، قَالَ: حَدَّثَنَا زِيَادُ بْنُ حُصَيْنٍ، عَنْ أَبِي الْعَالِيَةِ، قَالَ: قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ: قَالَ لِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ غَدَاةَ الْعَقَبَةِ وَهُوَ عَلَى رَاحِلَتِهِ: " هَاتِ الْقُطْ لِي، فَلَقَطْتُ لَهُ حَصَيَاتٍ هُنَّ حَصَى الْخَذْفِ فَلَمَّا وَضَعْتُهُنَّ فِي يَدِهِ، قَالَ: بِأَمْثَالِ هَؤُلَاءِ وَإِيَّاكُمْ وَالْغُلُوَّ فِي الدِّينِ، فَإِنَّمَا أَهْلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمُ الْغُلُوُّ فِي الدِّينِ "

Telah mengkhabarkan kepada kami Ya’quub bin Ibraahiim Ad-Dauraqiy, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Ibnu ‘Ulayyah, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami ‘Auf, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Ziyaad bin Hushain, dari Abul-‘Aaliyyah, ia berkata : Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda kepadaku pada waktu pagi di hari ‘Aqabah, dan waktu itu beliau berada di atas kendaraannya : “Ambilkanlah kerikil untukku”. Lalu aku pun memungut beberapa kerikil untuk beliau gunakan melempar jumrah. Ketika aku taruh kerikil tersebut dalam genggaman tangannya, beliau bersabda : “Seperti mereka. Berhati-hatilah engkau dari sikap berlebih-lebihan dalam agama. Sesungguhnya kebinasaan orang-orang sebelum kalian hanyalah disebabkan berlebih-lebihan dalam agama” [Diriwayatkan oleh An-Nasaa’iy no. 3057].
Dishahihkan oleh Al-Albaaniy dalam Shahiih Sunan An-Nasaa’iy 2/356, Maktabah Al-Ma’aarif, Cet. 1/1419 H.
حَدَّثَنَا أَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ، حَدَّثَنَا حَفْصُ بْنُ غِيَاثٍ، وَيَحْيَي بْنُ سَعِيدٍ، عَنْ ابْنِ جُرَيْجٍ، عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ عَتِيقٍ، عَنْ طَلْقِ بْنِ حَبِيبٍ، عَنْ الْأَحْنَفِ بْنِ قَيْسٍ، عَنْ عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " هَلَكَ الْمُتَنَطِّعُونَ، قَالَهَا ثَلَاثًا "

Telah menceritakan Abu Bakr bin Abi Syaibah : Telah menceritakan kepada kami Hafsh bin Ghiyaats dan Yahyaa bin Sa’iid, dari Ibnu Juraij, dari Sulaimaan bin ‘Atiiq, dari Thalq bin Habiib, dari Al-Ahnaf bin Qais, dari ‘Abdullah, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Binasalah orang yang melampaui batas” – beliau mengucapkannya tiga kali [Diriwayatkan oleh Muslim no. 2670].
Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata :
وهؤلاء أمر النبي صلى اللهُ عليه وسلم بقتالهم، لأن معهم ديناً فاسداً، لا يصلح به ديناً ولا آخرة......

“Dan mereka (Khawaarij), Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah perintahkan (kepada kita) untuk memeranginya, karena bersama mereka terdapat agama yang rusak yang tidak dapat memperbaiki agama dan akhirat.....” [Majmuu’ Al-Fataawaa, 28/291].

4. Orang-orang Khawaarij sedikit pengetahuannya tentang fiqh, bagus dalam perkataan namun jelek dalam perbuatan.


Mereka berkata-kata dengan sebaik-baik perkataan – yaitu Kitabullah[4] - , hanya saja mereka tidak memahaminya sehingga salah dalam menerapkannya.
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ كَثِيرٍ، أَخْبَرَنَا سُفْيَانُ، حَدَّثَنَا الْأَعْمَشُ، عَنْ خَيْثَمَةَ، عَنْ سُوَيْدِ بْنِ غَفَلَةَ، قَالَ عَلِيٌّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: " يَأْتِي فِي آخِرِ الزَّمَانِ قَوْمٌ حُدَثَاءُ الْأَسْنَانِ، سُفَهَاءُ الْأَحْلَامِ، يَقُولُونَ مِنْ خَيْرِ قَوْلِ الْبَرِيَّةِ، ......

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Katsiir : Telah mengkhabarkan kepada kami Al-A’masy, dari Khaitsamah, dari Suwaid bin Ghafalah : Telah berkata ‘Aliy radliyallaahu ‘anhu : Aku pernah mendengar Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Akan datang pada akhir jaman satu kaum yang berusia muda dan lemah akalnya. Mereka mengatakan dengan sebaik-baik perkataan manusia.....” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 3611].
Tentang makna perkataan : ‘sebaik-baik perkataan manusia’ (خَيْرُ قَوْلِ الْبَرِيَّةِ), Ibnu Hajar rahimahullah berkata :
وَأَنَّ الْمُرَاد مِنْ قَوْل خَيْر الْبَرِيَّة وَهُوَ الْقُرْآن . قُلْت : وَيَحْتَمِل أَنْ يَكُون عَلَى ظَاهِره وَالْمُرَاد الْقَوْل الْحَسَن فِي الظَّاهِر وَبَاطِنه عَلَى خِلَاف ذَلِكَ كَقَوْلِهِمْ " لَا حُكْم إِلَّا لِلَّهِ "

“Dan bahwasannya yang dimaksudkan dengan ‘sebaik-baik perkataan manusia’, yaitu : Al-Qur’aan. Aku katakan : Dan kemungkinan maknanya adalah sebagaimana dhahirnya, yaitu maksudnya adalah perkataan yang baik secara dhahir, namun secara bathin menyelisihinya – seperti perkataan mereka (Khawaarij) : ‘tidak ada hukum kecuali milik Allah” [Fathul-Baariy, 12/287].
An-Nawawiy rahimahullah berkata :
مَعْنَاهُ : فِي ظَاهِر الْأَمْر كَقَوْلِهِمْ : لَا حُكْمَ إِلَّا لِلَّهِ ، وَنَظَائِره مِنْ دُعَائِهِمْ إِلَى كِتَاب اللَّه تَعَالَى . وَاَللَّه أَعْلَم

“Maknanya adalah baik secara dhahir, seperti perkataan mereka : ‘tidak ada hukum kecuali milik Allah’, dan yang semisalnya dari ajakan mereka untuk kembali kepada Kitabullah ta’ala. Wallaahu a’lam” [Syarh Shahiih Muslim, 17/175].
حَدَّثَنَا نَصْرُ بْنُ عَاصِمٍ الْأَنْطَاكِيُّ، حَدَّثَنَا الْوَلِيدُ، وَمُبَشِّرٌ يَعْنِيَ ابْنَ إِسْمَاعِيلَ الْحَلَبِيَّ بِإِسْنَادِهِ، عَنْ أَبِي عَمْرٍو، قَالَ يَعْنِي الْوَلِيدَ: حَدَّثَنَا أَبُو عَمْرٍو، قَالَ: حَدَّثَنِي قَتَادَةُ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، وَأَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: سَيَكُونُ فِي أُمَّتِي اخْتِلَافٌ وَفُرْقَةٌ، قَوْمٌ يُحْسِنُونَ الْقِيلَ وَيُسِيئُونَ الْفِعْلَ، يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لَا يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ، ......

Telah menceritakan kepada kami Nashr bin ‘Aashim Al-Anthaakiy : Telah menceritakan kepada kami Al-Waliid dan Mubasysyir bin Ismaa’iil Al-Halabiy dengan sanadnya dari Abu ‘Amru – Al-Waliid berkata : Telah menceritakan kepada kami Abu ‘Amru - , ia berkata : Telah menceritakan kepadaku Qataadah, dari Abu Sa’iid Al-Khudriy dan Anas bin Maalik, dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda : “Akan ada di kalangan umatku perselisihan dan perpecahan. Yaitu satu kaum yang bagus dalam perkataannya, namun jelek dalam perbuatannya. Mereka membaca Al-Qur’an namun tidak melewati tenggorokan mereka. .......” [Diriwayatkan oleh Abu Daawud no. 4765].
Dishahihkan oleh Al-Albaaniy dalam Shahiih Sunan Abi Daawud 3/169, Maktabah Al-Ma’aarif, Cet. 1/1419 H.
Ibnu Hajar rahimahullah berkata :
وقال النووي: المراد أنهم ليس لهم فيه حظ إلا مروره على لسانهم لا يصل إلى حلوقهم فضلا عن أن يصل إلى قلوبهم، لأن المطلوب تعقله وتدبره بوقوعه في القلب. قلت: وهو مثل قوله فيهم أيضا: "لا يجاوز إيمانهم حناجرهم" أي ينطقون بالشهادتين ولا يعرفونها بقلوبهم

“An-Nawawiy berkata : Maksud (sabda Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam : ‘mereka membaca Al-Qur’an namun melewati tenggorokan mereka’) adalah : mereka tidak mempunyai bagian dari Al-Qur’an[5], kecuali sekedar melewati lisan mereka, tidak sampai melewati tenggorokan, apalagi sampai pada hati mereka. Padahal yang diminta (dari Al-Qur’an) adalah memikirkan dan mentadaburinya dengan meresapinya di dalam hati’. Aku (Ibnu Hajar) berkata : Hal itu seperti sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam tentang mereka (Khawaarij) : ‘iman mereka tidak sampai melewati pangkal tenggorokan mereka’; yaitu : mereka mengucapkan dua kalimat syahadat, namun mereka tidak mengetahuinya/memahaminya dengan hati mereka” [Fathul-Baariy, 12/293].
Kongkrit penerapan ayat dalam Kitabullah ala Khawaarij adalah seperti yang dikatakan Ibnu ‘Umar radliyallaahu ‘anhumaa dalam riwayat :
ثنا يونس، ثنا ابن وهب، أخبرني عمرو بن الحارث، أن بكيرا حدثه، أنه سأل نافعا كيف كان رأي ابن عمر في الحرورية ؟ قال: " يراهم شرار خلق الله، انطلقوا إلى آيات في الكفار، فجعلوها في المؤمنين

Telah menceritakan kepada kami Yuunus : Telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb : Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Amru bin Al-Haarits, bahwasannya Bukair menceritakan kepadanya, bahwa ia pernah bertanya kepada Naafi’ bagaimana pendapat Ibnu ‘Umar tentang Haruuriyyah. Ia menjawab : “Ia memandangnya sebagai makhluk Allah yang paling buruk[6]. Mereka membawa ayat-ayat yang berkenaan dengan orang-orang kafir dan mengenakannya pada orang-orang beriman” [Diriwayatkan oleh Ath-Thahawiy dalam Tahdziibul-Aatsaar – sebagaimana dinukil Ibnu Hajar dalam Taghliiqut-Ta’liiq 5/259; shahih].
Al-Aajurriy rahimahullah berkata :
ومما يتبع الحرورية من المتشابه قول الله عز وجل : وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ . ويقرؤون معها : ثُمَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بِرَبِّهِمْ يَعْدِلُونَ فإذا رأوا الإمام يحكم بغير الحق قالوا : قد كفر . ومن كفر عدل بربه ، فقد أشرك ، فهؤلاء الأئمة مشركون ، فيخرجون فيفعلون ما رأيت ، لأنهم يتأولون هذه الآية .

“Dan termasuk di antara syubhat yang diikuti kaum Haruuriyyah (Khawaarij) dalam firman Allah ta’ala : ‘Dan barangsiapa yang tidak berhukum dengan apa-apa yang diturunkan Allah, maka mereka termasuk orang-orang kafir’ (QS. Al-Maaidah : 44).

Mereka membacanya bersama ayat : ‘Namun orang-orang yang kafir mempersekutukan (sesuatu) dengan Tuhan mereka’ (QS. Al-An’aam : 1). Apabila mereka melihat seorang imam (penguasa) yang berhukum bukan dengan kebenaran, mereka pun berkata : ‘Sungguh ia telah kafir. Dan barangsiapa yang kafir, maka ia telah mempersekutukan Rabb-nya, dan sungguh ia telah berbuat syirik. Mereka adalah para pemimpin kaum musyrik’. Akhirnya, mereka (Khawaarij) keluar (dari ketaatan) dan melakukan apa-apa yang telah kamu lihat. Hal itu dikarenakan mereka mena’wilkan (secara keliru) ayat ini” [Asy-Syarii’ah, 1/144].
حَدَّثَنَا سَهْلُ بْنُ أَبِي سَهْلٍ، حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ، عَنْ أَبِي غَالِبٍ، عَنْ أَبِي أُمَامَةَ، يَقُولُ: " شَرُّ قَتْلَى قُتِلُوا تَحْتَ أَدِيمِ السَّمَاءِ، وَخَيْرُ قَتْلَى مَنْ قَتَلُوا كِلَابُ أَهْلِ النَّارِ، قَدْ كَانَ هَؤُلَاءِ مُسْلِمِينَ فَصَارُوا كُفَّارًا "، قُلْتُ يَا أَبَا أُمَامَةَ: هَذَا شَيْءٌ تَقُولُهُ، قَالَ: بَلْ سَمِعْتُهُ مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Telah menceritakan kepada kami Sahl bin Sahl : Telah menceritakan kepada kami Sufyaan bin ‘Uyainah, dari Abu Ghaalib, dari Abu Umaamah, ia berkata : “Sejelek-jelek orang yang terbunuh di bawah kolong langit dan sebaik-baik orang yang terbunuh adalah orang yang mereka bunuh; mereka itu adalah anjing-anjing penghuni neraka. Sungguh, mereka itu dulunya muslim, namun berubah menjadi kafir”. Aku (Abu Ghaalib) berkata : “Wahai Abu Umaamah, apakah ini sekedar perkataanmu saja ?”. Ia menjawab : “Bahkan, itu adalah yang aku dengar dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam” [Diriwayatkan oleh Ibnu Maajah no. 176].

Abu Ghaalib mempunyai mutaba’ah dari Shafwaan bin Sulaim dan Syaddaad bin ‘Abdillah rahimahumullah. Dishahihkan oleh Al-Albaaniy rahimahullah dalam Shahiih Sunan Ibni Maajah 1/76, Maktabah Al-Ma’aarif, Cet. 1/1417 H.
Oleh karena itu, jangan kita tertipu dan silau oleh slogan-slogan ketaqwaan dan kembali kepada syari’at yang dikumandangkan oleh orang-orang Khawaarij.[7]

5. Para ulama berselisih pendapat tentang kekafiran Khawaarij. Yang raajih – wallaahu a’lam – mereka bukan orang kafir, namun muslim yang fasiq.[8]


حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ آدَمَ، ثَنَا مُفَضَّلُ بْنُ مُهَلْهِلٍ، عَنِ الشَّيْبَانِيِّ، عَنْ قَيْسِ بْنِ مُسْلِمٍ، عَنْ طَارِقِ بْنِ شِهَابٍ، قَالَ: كُنْتُ عِنْدَ عَلِيٍّ، فَسُئِلَ عَنْ أَهْلِ النَّهْرِ أَهُمْ مُشْرِكُونَ؟ قَالَ: " مِنَ الشِّرْكِ فَرُّوا "، قِيلَ: فَمُنَافِقُونَ هُمْ؟ قَالَ: " إِنَّ الْمُنَافِقِينَ لَا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلَّا قَلِيلًا "، قِيلَ لَهُ: فَمَا هُمْ؟ قَالَ: " قَوْمٌ بَغَوْا عَلَيْنَا "

Telah menceritakan kepada kami Yahyaa bin Aadam : Telah menceritakan kepada kami Mufadldlal bin Muhalhil, dari Asy-Syaibaaniy, dari Qais bin Muslim, dari Thaariq bin Syihaab, ia berkata : Aku pernah berada di sisi ‘Aliy, dan ditanyakan kepadanya tentang orang-orang Nahrawaan (Khawaarij), apakah mereka itu orang-orang musyrik ?. ‘Aliy menjawab : “Mereka lari dari kesyirikan”. Dikatakan : “Apakah mereka termasuk orang-orang munafik ?”. Ia berkata : “Sesungguhnya orang-orang menuafik tidaklah berdzikir kepada Allah kecuali sedikit saja”. Dikatakan kepadanya : “Lalu termasuk apakah mereka ini ?”. Ia menjawab : “Orang yang bertindak aniaya terhadap kami” [Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah 15/332; shahih].
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah memerintahkan kepada kita untuk mengibarkan bendera peperangan terhadap kaum Khawaarih di setiap tempat dan masa.
حَدَّثَنَا عَفَّانُ، حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ سَلَمَةَ، حَدَّثَنِي سَعِيدُ بْنُ جُمْهَانَ، قَالَ: كُنَّا نُقَاتِلُ الْخَوَارِجَ، وَفِينَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِي أَوْفَى وَقَدْ لَحِقَ لَهُ غُلَامٌ بِالْخَوَارِجِ، وَهُمْ مِنْ ذَلِكَ الشَّطِّ وَنَحْنُ مِنْ ذَا الشَّطِّ، فَنَادَيْنَاهُ أَبَا فَيْرُوزَ أَبَا فَيْرُوزَ، وَيْحَكَ، هَذَا مَوْلَاكَ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِي أَوْفَى، قَالَ: نِعْمَ الرَّجُلُ هُوَ لَوْ هَاجَرَ، قَالَ: مَا يَقُولُ عَدُوُّ اللَّه؟ قَالَ: قُلْنَا: يَقُولُ: نِعْمَ الرَّجُلُ لَوْ هَاجَرَ، قَالَ: فَقَالَ: أَهِجْرَةٌ بَعْدَ هِجْرَتِي مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ! ثُمَّ قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ: " طُوبَى لِمَنْ قَتَلَهُمْ وَقَتَلُوهُ "

Telah menceritakan kepada kami ‘Affaan : Telah menceritakan kepada kami Hammaad bin Salamah : Telah menceritakan kepadaku Sa’iid bin Juhmaan, ia berkata : Kami pernah memerangi Khawaarij, dan di antara kami ada ‘Abdullah bin Abi Aufaa, dimana budaknya ada yang mengikuti Khawaarij. Mereka berada di tepi sungai sebelah sana, dan kami berada di tepi sungai sebelah sini. Maka kami pun memanggilnya (si budak) : “Abu Fairuuz, Abu Fairuuz, celakalah engkau. Ini adalah tuanmu, ‘Abdullah bin Abi Aufaa !!”. Ia menyahut : “Ia (‘Abdullah bin Abi Aufaa) adalah sebaik-baik laki-laki jika mau berhijrah”. ‘Abdullah berkata : “Ia tidak mengatakan ‘musuh Allah’ ?”. Kami berkata : Ia mengatakan : “Sebaik-baik laki-laki jika ia mau berhijrah”. ‘Abdullah berkata : “Apakah masih ada hijrah setelah hijrahku bersama Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam ?”. Kemudian ia melanjutkan : “Aku mendengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : ‘Berbahagialah orang yang membunuh mereka dan yang dibunuh mereka” [Diriwayatkan oleh Ahmad, 4/357 no. 19149].
Dishahihkan oleh Al-Arna’uth dalam Takhriij Musnad Al-Imaam Ahmad 31/486, Muassasah Ar-Risaalah, Cet. 1/1420 H.
وَقَالَ ابْنُ كَثِيرٍ، عَنْ سُفْيَانَ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ ابْنِ أَبِي نُعْمٍ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ......يَقْتُلُونَ أَهْلَ الْإِسْلَامِ وَيَدَعُونَ أَهْلَ الْأَوْثَانِ لَئِنْ أَنَا أَدْرَكْتُهُمْ لَأَقْتُلَنَّهُمْ قَتْلَ عَادٍ "

Dan telah berkata Ibnu Katsiir, dari Sufyaan, dari ayahnya, dari Ibnu Abi Nu’m, dari Abu Sa’iid Al-Khudriy radliyallaahu ‘anhu, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda : “.....Mereka (Khawaarij) membunuh kaum muslimin dan membiarkan penyembah berhala. Apabila aku mendapati mereka, sungguh akan aku bunuh mereka seperti pembunuhan terhadap kaum ‘Aad” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhaariy no. 3344 – dengan peringkasan].

An-Nawawiy rahimahullah berkata :
هذا تصريح بوجوب قتال الخوارج والبغاة وهو إجماع العلماء

“Ini adalah penjelasan tentang wajibnya memerangi Khawaarij dan bughaat (pemberontak), dan hal tersebut merupakan kesepakatan ulama” [Syarh Shahiih Muslim, 7/175].
Semoga Allah ta’ala memberikan kekuatan kepada kita – terkhusus kepada para pemimpin kaum muslimin – untuk memerangi Khawaarij, baik secara fisik (kekuatan/senjata) maupun non-fisik (pemikiran).
Wallaahu a’lam.

Rewrite by: Abu Nida

Referensi: http://abul-jauzaa.blogspot.co.id




[1] Semua kelompok Khawaarij sepakat dalam membolehkan keluar ketaatan dari pemimpin yang dhalim. Bahkan caci-maki terhadap pemimpin merupakan ciri khas mereka semenjak dulu.
حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ عَلِيٍّ، ثنا مُعَاذُ بْنُ هِشَامٍ، ثنا أَبِي، عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ عُقْبَةَ بْنِ وَسَّاجٍ، قَالَ: كَانَ صَاحِبٌ لِي يُحَدِّثُنِي عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرو فِي شَأْنِ الْخَوَارِجِ، فَحَجَجْتُ، فَلَقِيتُ عَبْدَ اللَّهِ بْنَ عَمْرٍو، فَقُلْتُ: إِنَّكَ بَقِيَّةُ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَقَدْ جَعَلَ اللَّهُ عِنْدَكَ عِلْمًا، إِنَّ نَاسًا يَطْعَنُونَ عَلَى أُمَرَائِهِمْ وَيَشْهَدُونَ عَلَيْهِمْ بِالضَّلالَةِ، قَالَ: عَلَى أُولَئِكَ لَعْنَةُ اللَّهِ وَالْمَلائِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ، أُتِيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِسِقَايَةٍ مِنْ ذَهَبٍ أَوْ فِضَّةٍ، فَجَعَلَ يُقَسِّمُهَا بَيْنَ أَصْحَابِهِ، فَقَامَ رَجُلٌ مِنْ أَهْلِ الْبَادِيَةِ. فَقَالَ: يَا مُحَمَّدُ، لَئِنْ كَانَ اللَّهُ أَمَرَكَ بِالْعَدْلِ فَلَمْ تَعْدِلْ؟ قَالَ: " وَيْلَكَ فَمَنْ يَعْدِلُ عَلَيْكَ بَعْدِي "، فَلَمَّا أَدْبَرَ، قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " إِنَّ فِي أُمَّتِي أَشْبَاهَ هَذَا، يَقْرَءُونَ الْقُرْآنَ لا يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ، فَإِنْ خَرَجُوا فَاقْتُلُوهُمْ، ثُمَّ إِنْ خَرَجُوا فَاقْتُلُوهُمْ، قَالَ ذَلِكَ ثَلاثًا "
Telah menceritakan kepada kami ‘Amru bin ‘Aliy : Telah menceritakan kepada kami Mu’aadz bin Hisyaam : Telah menceritakan kepadaku ayahku, dari Qataadah, dari ‘Uqbah bin Wassaaj, ia berkata : Salah seorang shahabatku pernah menceritakan kepadaku dari ‘Abdullah bin ‘Amru perihal Khawaarij. Lalu satu saat aku pergi haji dan bertemu dengan ‘Abdullah bin ‘Amru. Aku berkata : “Sesungguhnya engkau termasuk shahabat Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam yang masih tersisa, dan Allah telah menganugerahkan kepadamu ilmu. Sesungguhnya orang-orang telah mencela para pemimpin (amir) mereka, dan mempersaksikan mereka dengan kesesatan”. ‘Abdullah bin ‘Amru berkata : “Laknat Allah, para malaikat, dan seluruh manusia tertimpa pada mereka. Pernah didatangkan kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam tempat air minum yang terbuat dari emas atau perak, dan kemudian membagi-baginya kepada shahabat-shahabat beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Lalu, berdirilah seorang laki-laki dari daerah pedalaman dan berkata : “Wahai Muhammad, seandainya Allah memerintahkan engkau untuk berlaku adil, mengapa engkau tidak berlaku adil (dalam pembagian) ?”. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Celaka engkau. Siapakah yang akan berlaku adil kepadamu setelahku ?”. Ketika orang itu telah pergi, maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sesungguhnya di kalangan umatku akan ada yang menyerupai orang tadi. Mereka membaca Al-Qur’an, namun tidak sampai melewati tenggorokannya. Jika mereka muncul, bunuhlah mereka. Dan jika mereka muncul, bunuhlah mereka” – beliau mengatakannya tiga kali [Diriwayatkan oleh Al-Bazzaar dalam Kasyful-Astaar no. 1850].
Diriwayatkan pula oleh Ibnu Abi ‘Aashim dalam As-Sunnah no. 934, Ath-Thabaraaniy dalam Asy-Syaamiyyiin no. 2765, dan Al-Faryaabiy dalam Fadlaailul-Qur’aan no. 196. Dishahihkan oleh Al-Albaaniy dalam Dhilaalul-Jannah hal. 455-456, Al-Maktab Al-Islaamiy, Cet. 1/1400 H.
[2] Permasalahan boleh tidaknya imamah selain dari orang Quraisy merupakan perkara yang dikhilafkan di kalangan Ahlus-Sunnah, sehingga tidak benar membawanya sebagai salah satu pertanda khusus kelompok Khawaarij.
[3] ‘Aliy bin Ja’d rahimahullah berkata :
حَدَّثَنَا زِيَادُ بْنُ أَيُّوبَ، نا سَعِيدُ بْنُ عَامِرٍ، عَنْ سَلامِ بْنِ أَبِي مُطِيعٍ، قَالَ: ......فَكَانَ أَيُّوبُ يُسَمِّي أَصْحَابَ الأَهْوَاءِ خَوَارِجًا، وَيَقُولُ: إِنَّ الْخَوَارِجَ اخْتَلَفُوا فِي الاسْمِ وَاجْتَمَعُوا عَلَى السَّيْفِ "
Telah menceritakan kepada kami Ziyaad bin Ayyuub : Telah mengkhabarkan kepada kami Sa’iid bin ‘Aamir, dari Sallaam bin Abi Muthii’, ia berkata : “... Dulu Ayyuub (As-Sukhtiyaaniy) menamai para pengikut hawa nafsu dengan Khawaarij, dan berkata : ‘Sesungguhnya Khawaarij berselisih dalam nama, namun bersepakat dalam pedang” [Al-Musnad no. 1236; shahih].
[4] Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda :
إِنَّ أَحْسَنَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللَّهِ، وَأَحْسَنَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ .......
“Sesungguhnya sebaik-baik perkataan adalah Kitabullah, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam....”.
[5] Sebagaimana riwayat :
حَدَّثَنَا أَبُو الْمُغِيرَةِ، قَالَ: حَدَّثَنَا الْأَوْزَاعِيُّ، حَدَّثَنِي قَتَادَةُ، عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ، وَأَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ، وَقَدْ حَدَّثَنَاهُ أَبُو الْمُغِيرَةِ، عَنْ أَنَسٍ، عَنْ أَبِي سَعِيدٍ، ثُمَّ رَجَعَ أَنَّ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: " .....هُمْ شَرُّ الْخَلْقِ وَالْخَلِيقَةِ، طُوبَى لِمَنْ قَتَلَهُمْ وَقَتَلُوهُ، يَدْعُونَ إِلَى كِتَابِ اللَّهِ، وَلَيْسُوا مِنْهُ فِي شَيْءٍ......
Telah menceritakan kepada kami Abul-Mughiirah, ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Al-Auzaa’iy : Telah menceritakan kepadaku Qataadah, dari Anas dan Abu Sa’iid Al-Khudriy. Dan telah menceritakan kepada kami Abul-Mughiirah hadits tersebut dari Anas, dari Abu Sa’iid, kemudian kembali bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda : “......Mereka (Khawaarij) adalah seburuk-buruk makhluk dan ciptaan. Berbahagialah orang yang membunuh dan dibunuh mereka. Mereka mengajak kepada Kitabullah, padahal mereka tidak mempunyai bagian sedikitpun darinya....” [Diriwayatkan oleh Ahmad, 3/224; shahih].
[6] Al-Khallaal rahimahullah berkata :
أَخْبَرَنِي حَرْبُ بْنُ إِسْمَاعِيلَ الْكَرْمَانِيُّ، أَنَّ أَبَا عَبْدِ اللَّهِ، قَالَ: الْخَوَارِجُ قَوْمُ سُوءٍ، لا أَعْلَمُ فِي الأَرْضِ قَوْمًا شَرًّا مِنْهُمْ. وَقَالَ: صَحَّ الْحَدِيثُ فِيهِمْ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمِنْ عَشَرَةِ وُجُوهٍ
Telah mengkhabarkan kepadaku Harb bin Ismaa’iil Al-Karmaaniy, bahwasannya Abu ‘Abdillah (Ahmad bin Hanbal) pernah berkata : “Khawaarij adalah kaum yang buruk. Aku tidak tahu ada satu kaum di muka bumi yang lebih jahat daripada mereka. Telah shahih dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam tentang mereka, dari sepuluh sisi” [As-Sunnah, 1/145 no. 110; shahih].
[7] Sebagai contoh betapa indah slogan-slogan mereka adalah perkataan Hurquush bin Zuhair – salah seorang gembong Khawaarij generasi awal - :
إن المتاع بِهذه الدنيا قليل، وإن الفراق لها وشيك، فلا تدعونّكم زينتها إلى المقام بها، ولا تلفتنكم عن طلب الحق، وإنكار الظلم، فإن الله مع الذين اتقوا والذين هم محسنون
“Sesungguhnya perhiasan dunia ini hanyalah sedikit, dan sesungguhnya perpisahan dengannya sudah sangat dekat waktunya. Janganlah perhiasan itu menyebabkan diri kalian berambisi untuk tinggal di dalamnya (dunia). Dan janganlah pula perhiasan itu memalingkan diri kalian untuk mencari kebenaran dan mengingkari kedhaliman. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertaqwa dan berbuat baik” [Taariikh Ath-Thabariy, 5/39].
Juga ‘Abdullah bin Wahb Ar-Raasibiy :
اشخصوا بنا إِلَى بلدة نجتمع فِيهَا ؛ لإنفاذ حكم اللَّه، فإنكم أهل الحق
“pergilah kalian bersama kami menuju negeri yang kami berkumpul padanya untuk melaksanakan penegakan hukum Allah, karena sesungguhnya kalian adalah orang-orang yang berada di atas kebenaran” [idem, 5/40].

Post a Comment

أحدث أقدم