Definisi Aqidah


Aqidah menurut bahasa Arab (etimologi) berasal dari kata al-‘aqdu yang berarti ikatan, at-tautsiiqu yang berarti kepercayaan atau keyakinan yang kuat, al-ihkaamu yang artinya mengokohkan (menetapkan), dan ar-rabthu biquwwah yang berarti mengikat dengan kuat.

Sedangkan menurut istilah (terminologi) yang umum, aqidah adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidak ada keraguan sedikitpun bagi orang yang meyakininya.

Jadi Aqidah Islamiyyah adalah keimanan yang teguh dan bersifat pasti kepada Allah swt. dengan segala pelaksanaan kewajiban, bertauhid dan taat kepada-Nya, beriman kepada Malaikat-malaikat-Nya, Rasul-Rasul-Nya, Kitab-Kitab-Nya, Hari Akhir, takdir yang baik dan buruk dan mengimani seluruh apa yang telah shahih tentang Prinsip-prinsip Agama (Ushuluddin), Perkara-perkara yang ghaib, beriman kepada apa yang menjadi ijma’ (konsensus) dari Salafush Shalih, serta seluruh berita qath’i (pasti), baik secara ilmiah maupun amaliyah yang telah ditetapkan menurut al-Qur’an dan as-Sunnah yang shahih serta ijma’ Salafush Shalih.

Baca juga:  Adab Bertamu Dan Meminta Ijin Masuk Rumah – Penting Untuk Diketahui

Aqidah

[nextpage title="Obyek Kajian Ilmu ‘Aqidah"]

Aqidah jika dilihat dari sudut pandang sebagai ilmu –sesuai konsep Ahlus Sunnah wal Jama’ah- meliputi topik-topik: Tauhid, iman, Islam, masalah ghaibiyyaat (hal-hal ghaib), kenabian, takdir, berita-berita (tentang hal-hal yang lalu dan yang akan datang), dasar-dasar hukum yang qath’i (pasti), seluruh dasar-dasar agama dan keyakinan, termasuk pula sanggahan terhadap ahlu ahwa’ wal bida’ (pengikut hawa nafsu dan ahli bid’ah), semua aliran dan sekte yang menyempal lagi menyesatkan serta sikap terhadap mereka.

Disiplin ilmu aqidah ini mempunyai nama lain yang sepadan dengannya, dan nama-nama tersebut berbeda antara Ahlus Sunnah dengan firqah-firqah (golongan-golongan) lainnya.

[nextpage title="Penamaan ‘Aqidah Menurut Ahlus Sunnah"]

1. Al-Iman

Aqidah disebut juga dengan al-iman sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi saw. karena aqidah membahas rukun iman yang enam dan hal-hal yang berkaitan dengannya. Sebagaimana penyebutan al-iman dalam sebuah hadits yang masyhur disebut dengan hadits Jibril as. dan para Ahlus Sunnah sering menyebut istilah aqidah dengan al-iman dalam kitab-kitab mereka.

2. ‘Aqidah (I’tiqaad dan ‘Aqaa-id)
Para ulama Ahlus sunnah sering menyebut ilmu aqidah dengan istilah Aqidah Salaf: ‘aqidah Ahlul Atsar dan al-I’tiqaad di dalam kitab-kitab mereka.

3. Tauhid
Aqidah dinamakan dengan Tauhid karena pembahasannya berkisar seputar tauhid atau pengesaan kepada Allah di dalam Rububiyyah, Uluhiyyah dan Asma’ wa Shifat. Tauhid merupakan kajian ilmu ‘aqidah yang paling mulia dan merupakan tujuan utamanya. Oleh karena itulah ilmu ini disebut dengan ilmu Tauhid secara umum menurut ulama Salaf.

4. As-Sunnah
As-Sunnah artinya jalan. Aqidah Salaf disebut as-Sunnah karena para penganutnya mengikuti jalan yang ditempuh oleh Rasulullah saw. dan para Shahabat di dalam masalahaqidah. Dan istilah ini merupakan istilah masyhur (populer) pada tiga generasi pertama.

5. Ushuluddin dan Ushuluddiyanah
Ushul artinya rukun-rukun Iman, rukun-rukun Islam dan masalah-masalah yang qath’i serta hal-hal yang telah menjadi kesepakatan para ulama.

6. Al-Fiqhul Akbar
Ini adalah nama lain Ushuluddin dan kebalikan dari al-Fiqhul Ashghar, yaitu kumpulan hukum-hukum ijtihadi.

7. Asy-Syari’ah
Maksudnya adalah segala sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allah swt. dan Rasul-Nya berupa jalan-jalan petunjuk, terutama dan yang paling pokok adalah Ushuluddin (masalah-masalah ‘aqidah).

Itulah beberapa nama lain dari ilmu ‘aqidah yang terkenal, dan adakalanya kelompok selain ahlus sunnah menamakan ‘aqidah dengan nama-nama yang dipakai oleh Ahlus Sunnah, seperti sebagian aliran Asyaa’irah (Ash’ariyyah), terutama para ahli hadits dari kalangan mereka.

[nextpage title="Penamaan ‘Aqidah Menurut Firqah (Sekte) selain Ahlus Sunnah"]

Ada beberapa istilah lain yang dipakai oleh firqah (sekte) selain Ahlus Sunnah sebagai nama lain dari ilmu ‘aqidah, dan yang terkenal di antaranya adalah:

1. Ilmu Kalam
Penamaan ini dikenal di seluruh kalangan aliran teologis mutakallimin (pengagung ilmu kalam), seperti aliran Mu’tazilah, Asyaa’irah dan kelompok yang sejalan dengan mereka. namun ini tidak boleh dipakai, karena ilmu kalam itu sendiri merupakan suatu hal yang baru lagi diada-adakan dan mempunyai prinsip taqawwul (mengatakan sesuatu) atas nama Allah dengan tidak dilandasi ilmu.

Dan larangan tidak bolehnya nama tersebut dipakai karena bertentangan dengan metodologi ulama salaf dalam menetapkan masalah-masalah aqidah.

2. Filsafat
Istilah ini dipakai oleh para filosof dan orang yang sejalan dengan mereka. ini adalah nama yang tidak boleh dipakai dalam ‘aqidah, karena dasar filsafat itu adalah khayalan, rasionalitas, fiktif dan pandangan-pandangan khurafat tentang hal-hal yang ghaib.

3. Tasawwuf
Istilah ini dipakai oleh kaum Shufi, Filosof, orientalis serta orang-orang yang sejalan dengan mereka. ini adalahnama yang tidak boleh dipakai dalam ‘aqidah, karena merupakan penamaan yang baru lagi diada-adakan. Di dalamnya terkandung igauan para kaum shufi, klaim-klaim dan pengakuan-pengakuan khurafat mereka yang dijadikan sebagai rujukan dalam ‘aqidah.

Penamaan Tashawwuf dan Shufi tidak dikenal pada awal Islam. Penamaan ini terkenal (ada) setelah itu atau masuk ke dalam Islam dari ajaran agama dan keyakinan selain Islam.

Dr. Shabir Tha’imah memberi komentar dalam kitabnya, ash-Shuufiyyah Mu’taqadan wa Maslakan: “Jelas bahwa Tashawwuf dipengaruhi oleh kehidupan para pendeta Nasrani, mereka suka memakai pakaian dari bulu domba dan berdiam di biara-biara, dan ini banyak sekali. Islam memutuskan kebiasaan ini ketika ia membebaskan setiap negeri dengan tauhid. Islam memberikan pengaruh yang baik terhadap kehidupan dan memperbaiki tata cara ibadah yang salah dari orang-orang sebelum Islam.”

Syaikh Dr. Ihsan Ilahi Zhahir (wafat 1407 H) berkata di dalam bukunya at-Tashawwuf al-Mansya’ wal Mashaadir: “Apabila kita memperhatikan dengan teliti tentang ajaran Shufi yang pertama dan yang terakhir (belakangan) serta pendapat-pendapat yang dinukil dan diakui oleh mereka di dalam kitab-kitab Shufi, baik yang lama maupun yang baru, maka kita akan melihat dengan jelas perbedaan yang jauh antara Shufi dengan ajaran al-Qur’an dan as-Sunnah. Begitu juga kita tidak pernah melihat adanya bibit-bibit shufi di dalam perjalanan hidup Nabi saw. dan para shahabat beliau, yang mereka adalah (sebaik-baik) pilihan Allah dari para hamba-Nya (setelah para Nabi dan Rasul). Sebaliknya kita bisa melihat bahwa ajaran Tashawwuf diambil dari para pendeta Kristen, Brahmana, Hindu, Yahudi, serta kezuhudan Budha, konsep asy-Syu’bi di Iran yang merupakan Majusi di periode awal kaum Shufi, Ghanusiyah, Yunani, dan pemikiran Neo-Platonisme, yang dilakukan oleh orang-orang Shufi belakangan.”

Syaikh ‘Abdurrahman al-Wakil berkata di dalam kitabnya, Mashra’ut Tashawwuf: “Sesungguhnya Tashawwuf itu adalah tipuan (makar) paling hina dan tercela. Syaithan telah membuat hamba Allah tertipu dengannya dan memerangi Allah swt dan Rasul-Nya. Sesungguhnya Tashawwuf adalah (sebagai) kedok Majusi agar ia terlihat sebagai seorang yang ahli ibadah, bahkan juga kedok semua musuh agama Islam ini. Bila diteliti mendalam, akan ditemui bahwa di dalam ajaran Shufi terdapat ajaran Brahmanisme, Budhisme, Zoroasterisme, Platonisme, Yahudi, Nasrani dan Paganisme.”

4. Ilaahiyyat (Teologi)
Ilaahiyyat adalah kajian ‘aqidah dengan metodologi filsafat. Ini adalah nama yang dipakai oleh mutakallimin, para filosof, para orientalis dan para pengikutnya. Ini juga merupakan penamaan yang salah sehingga nama ini tidak boleh dipakai, karena yang mereka maksud adalah filsafatnya kaum filosof dan penjelasan-penjelasan kaum mutakallimin tentang Allah swt. menurut persepsi mereka.

5. Kekuatan di Balik Alam Metafisik
Sebutan ini dipakai oleh para filosof dan para penulis Barat serta orang-orang yang sejalan dengan mereka. nama ini tidak boleh dipakai, karena hanya berdasarkan pada pemikiran manusia semata dan bertentangan dengan al-Qur’an dan as-Sunnah.

Banyak orang yang menamakan apa yang mereka yakini dari prinsip-prinsip atau pemikiran yang mereka anut sebagai keyakinan, sekalipun hal itu palsu (bathil) atau tidak mempunyai dasar (dalil) ‘aqli maupun naqli.

Sesungguhnya ‘aqidah yang mempunyai pengertian yang benar yaitu ‘aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang bersumber dari al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi saw. yang shahih serta ijma’ Salafush Shalih.

[nextpage title="Definisi Salaf"]

Menurut bahasa (etimologi), Salaf artinya yang terdahulu (nenek moyang), yang lebih tua dan lebih utama. Salaf berarti para pendahulu. Jika dikatakan salafar rajuli (salaf seseorang), maksudnya kedua orang tua yang telah mendahuluinya.

Menurut istilah (terminologi), Salaf berarti generasi pertama dan terbaik dari ummat (Islam) ini, yang terdiri para Shahabat, Tabi’in, Tabi’ut Tabi’in dan para Imam pembawa petunjuk pada tiga kurun (generasi/masa) pertama yang dimuliakan oleh Allah, sebagaimana sabda Rasulullah saw.: “Sebaik-baik manusia adalah pada masaku ini (yaitu masa para shahabat), kemudian yang sesudahnya (masa Tabi’in), kemudian yang sesudahnya (masa Tabi’ut Tabi’in).” (Muttafaq ‘alaih. HR al-Bukhari [no. 2652] dan Muslim [no. 2533 (212)], dari shahabat ‘Abdullah bin Mas’ud.)

Menurut al-Qalsyani: “Salafus Shalih adalah generasi pertama dari ummat ini, yang pemahaman ilmunya sangat dalam, yang mengikuti petunjuk Nabi saw. dan menjaga sunnahnya. Allah memilih mereka untuk menemani Nabi-Nya saw. dan menegakkan agama-Nya..”

Syaikh Mahmud Ahmad Khafaji berkata di dalam kitabnya, al-‘Aqiidahtul Islamiyyah bainas Salafiyyah wal Mu’tazilah: “Penetapan istilah Salaf tidak cukup dengan hanya dibatasi waktu saja, bahkan harus sesuai dengan al-Qur’an dan as-Sunnah menurut pemahaman salafus shalih (tentang ‘aqidah, manhaj, akhlaq dan suluk). Barangsiapa yang pendapatnya sesuai dengan al-Qur’an dan as-Sunnah mengenai ‘aqidah, hukum dan suluknya menurut pemahaman Salaf, maka disebut Salafi meskipun tempatnya jauh dan berbeda masanya. Sebaliknya, barangsiapa pendapatnya menyalahi al-Qur’an dan as-Sunnah, maka ia bukan seorang Salafi meskipun ia hidup pada zaman Shahabat, Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in.”

Penisbatan kata Salaf atau as-Salafiyyun bukanlah termasuk perkara bid’ah, akan tetapi penisbatan ini adalah penisbatan yang syar’i karena menisbatkan diri kepada generasi pertama dari ummat ini, yaitu para shahabat, Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in.

Ahlus Sunnah wal Jama’ah dikatakan juga as-Salafiyyuun karena mereka mengikuti manhaj Salafush Shalih dari Shahabat, Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in. Kemudian setiap orang yang mengikuti jejak mereka serta berjalan berdasarkan manhaj mereka –di sepanjang masa-, mereka ini disebut Salafi, karena dinisbatkan kepada Salaf. Salaf bukan kelompok atau golongan seperti yang difahami oleh sebagian orang, tetapi merupakan manhaj (sistem hidup dalam ber’aqidah, beribadah, berhukum, berakhlak dan yang lainnya) yang wajib diikuti oleh setiap muslim. Jadi pengertian Salaf dinisbatkan kepada orang yang menjaga keselamatan ‘aqidah dan manhaj menurut apa yang dilaksanakan Rasulullah saw. dan para shahabat sebelum terjadinya perselisihan dan perpecahan.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (wafat 728 H) berkata: “Bukanlah merupakan aib bagi orang yang menampakkan manhaj Salaf dan menisbatkan dirinya kepada Salaf, bahkan wajib menerima yang demikian itu berdasarkan kesepakatan para ulama, karena manhaj Salaf tidak lain kecuali kebenaran.”

[nextpage title="Definisi Ahlus Sunnah wal Jama’ah"]

Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah: mereka yang menempuh seperti apa yang pernah ditempuh oleh Rasulullah saw. dan para shahabatnya. Disebut Ahlus Sunnah, karena kuatnya (mereka) berpegang dan berittiba’ (mengikuti) sunnah Nabi saw. dan para shahabatnya.

As-Sunnah menurut bahasa (etimologi) adalah jalan/cara, apakah jalan itu baik atau buruk.

Sedangkan menurut ulama ‘aqidah (terminologi), As-Sunnah adalah petunjuk yang telah dilakukan oleh Rasulullah saw. dan para shahabatnya, baik tentang ilmu, i’tiqad (keyakinan), perkataan maupun perbuatan. Dan ini adalah As-Sunnah yang wajib diikuti, orang yang mengikutinya akan dipuji dan orang yang menyalahinya akan dicela.

Pengertian As-Sunnah menurut Ibnu Rajab al-Hanbali (wafat 795 H): “As-Sunnah ialah jalan yang ditempuh, mencakup di dalamnya berpegang teguh kepada apa yang dilaksanakan Nabi saw. dan para khalifahnya yang terpimpin dan lurus berupa i’tiqad (keyakinan), perkataan dan perbuatan. Itulah as-Sunnah yang sempurna. Oleh karena itu generasi Salaf terdahulu tidak menamakan As-Sunnah kecuali kepada apa saja yang mencakup ketiga aspek tersebut. Hal ini diriwayatkan dari Imam Hasan al-Bashri (wafat 110 H), Imam al-Auza’i (wafat 157 H) dan Imam Fudhail bin ‘Iyadh (wafat 187 H).”

Disebut al-Jama’ah, karena mereka bersatu di atas kebenaran, tidak mau berpecah-belah dalam urusan agama, berkumpul di bawah kepemimpinan para Imam (yang berpegang kepada) al-haqq (kebenaran), tidak mau keluar dari jama’ah mereka dan mengikuti apa yang telah menjadi kesepakatan Salaful Ummah.

Al-Jama’ah menurut ulama ‘aqidah (terminologi) adalah generasi pertama dari ummat ini, yaitu kalangan shahabat, Tabi’in, Tabi’ut Tabi’in, serta orang-orang yang mengikuti dalam kebaikan hingga hari kiamat, karena berkumpul di atas kebenaran.

Imam Abu Syammah asy-Syafi’i (wafat 665 H) berkata: “Perintah untuk berpegang kepada jama’ah maksudnya adalah berpegang kepada kebenaran dan mengikutinya. Meskipun yang melaksanakan Sunnah itu sedikit dan yang menyalahinya banyak. Karena kebenaran itu apa yang dilaksanakan oleh jama’ah yang pertama, yaitu yang dilaksanakan oleh Rasulullah saw. dan para shahabatnya tanpa melihat kepada orang-orang yang menyimpang (melakukan kebathilan) sesudah mereka.”

Sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Mas’ud ra.: “Al jama’ah adalah yang mengikuti kebenaran walaupun engaku sendirian.”

Jadi Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah orang yang mempunyai sifat dan karakter mengikuti Sunnah Nabi saw. dan menjauhi perkara-perkara yang baru dan bid’ah dalam agama.

Karena mereka adalah orang-orang yang ittiba’ (mengikuti) kepada Sunnah Rasulullah saw. dan mengikuti Atsar (jejak Salaful Ummah), maka mereka disebut juga Ahlul Hadits, Ahlul Atsar dan Ahlul Ittiba’. Di samping itu, mereka juga dikatakan sebagai ath-Thaa-ifatul Manshuurah (golongan yang mendapatkan pertolongan Allah), al-Firqatun Naajiyah (golongan yang selamat), Ghurabaa’ (orang asing).

Tentang ath-Thaa-ifatul Manshuurah, Rasulullah saw. bersabda: “Senantiasa ada segolongan dari umatku yang selalu menegakkan perintah Allah, tidak akan mencelakai mereka orang yang tidak menolong mereka dan orang yang menyelisihi mereka sampai datang perintah Allah dan mereka tetap di atas yang demikian itu.” (HR Bukhari [3641] dan Muslim [1037 (174)], dari Mu’awiyah)

Tentang al-Ghurabaa’, Rasulullah saw. bersabda: “Islam awalnya asing, dan kelak akan kembali asing sebagaimana awalnya, maka beruntunglah bagi al-Ghurabaa’ [orang-orang asing].” (HR Muslim [145] dari Shahabat Abu Hurairah)

Sedangkan makna al-Ghurabaa’ adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash ra. ketika suatu hari Rasulullah saw. menerangkan tentang makna dari al-Ghurabaa’, beliau bersabda: “Orang-orang yang shalih yang berada di tengah banyaknya orang-orang yang jelek, orang yang mendurhakai mereka lebih banyak daripada yang mentaati mereka.” (HR Ahmad [II/177, 222] Ibnu Wadhdhah [168]. Hadits ini dishahihkan oleh Syaih Ahmad Syakir dalam tahqiq Musnad Imam Ahmad [VI/.207 no 6650] lihat juga Bashaa-iru Dzawi Syaraj bi Syaraf Marwiyyati Manhajas Salaf/ hal 125)

Rasulullah saw. juga bersabda mengenai makna al-Ghurabaa’: “Yaitu orang-orang yang senantiasa memperbaiki (ummat) di tengah-tengah rusaknya manusia.” (HR Abu Ja’far ath-Thahawi dalam Syarah Musykilil Aatsaar [II/170 no 689])

Dalam riwayat lain disebutkan: “Yaitu orang-orang yang memperbaiki Sunnahku (Sunnah Rasulullah saw.) sepeninggalanku sesudah dirusak oleh manusia.” (HR At-Tirmidzi [2630] beliau berkata: “Hadits ini hasan shahih.” Dari shahabat ‘Amr bin ‘Auf)

Ahlus Sunnah, ath-Tha-ifah al-Manshurah dan al-Firqatun Najiyah semuanya disebut juga Ahlul Hadits. Penyebutan Ahlus Sunnah, ath-Thaifah al-Manshurah dan al-Firqatun Najiyah dengan Ahlul Hadits suatu hal yang masyhur dan dikenal sejak generasi salaf, karena penyebutan itu merupakan tuntutan nash dan sesuai dengan kondisi dan realita yang ada. Hal ini diriwayatkan dengan sanad yang shahih dari para Imam seperti: ‘Abdullah Ibnul Mubarak, ‘Ali Ibnul Madini, Ahmad bin Hanbal, al-Bukhari, Ahmad bin Sinan, dan yang lainnya.

Imam asy-Syafi’i (wafat 204 H) berkata: “Apabila aku melihat seorang ahli hadits, seolah-olah aku melihat seorang dari shahabat Nabi saw, mudah-mudahan Allah memberikan ganjaran yang terbaik kepada mereka. mereka telah menjaga pokok-pokok agama untuk kita dan wajib atas kita berterima kasih atas usaha mereka.” (lihat Siyar A’laamin Nubalaa’ [x/60])

Imam Ibnu Hazm adz-Zhahiri (wafat 456 H) menjelaskan mengenai Ahlus Sunnah: “Ahlus Sunnah yang kami sebutkan adalah ahlul haqq, sedangkan selain mereka adalah Ahlul Bid’ah. Karena sesungguhnya Ahlus Sunnah itu adalah para shahabat, dan setiap orang yang mengikuti manhaj mereka dari para Tabi’in yang terpilih, kemudian ash-haabul hadits dan yang mengikuti mereka dari ahli fiqih dari setiap generasi sampai pada masa kita ini serta orang-orang awam yang mengikuti mereka, baik di timur maupun di barat.”

[nextpage title=" Sejarah Munculnya Ahlus Sunnah wal Jama’ah"]

Penamaan istilah Ahlus Sunnah wal Jama’ah sudah ada sejak generasi pertama Islam pada kurun yang dimuliakan Allah, yaitu generasi shahabat, Tabi’in, dan Tabi’ut Tabi’in.

‘Abdullah bin ‘Abbas ra. berkata ketika menafsirkan firman Allah yang artinya: “Pada hari yang di waktu itu ada wajah yang putih berseri, dan ada pula wajah yang hitam muram. Adapun orang-orang yang hitam muram mukanya [kepada mereka dikatakan]: ‘Kenapa kamu kafir setelah kamu beriman? Karena itu rasakanlah adzab disebabkan kekafiranmu itu.’” (Ali ‘Imraan: 106)

“Adapun orang yang putih wajahnya mereka adalah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, adapun orang yang hitam wajahnya mereka adalah Ahlul Bid’ah dan sesat.”

Kemudian istilah Ahlus Sunnah ini diikuti oleh kebanyakan ulama salaf, di antaranya:

1. Ayyub as-Sikhtiyani (wafat 131 H) ia berkata: “Apabila aku dikabarkan tentang meninggalnya seorang dari Ahlus Sunnah seolah-olah hilang salah satu anggota tubuhku.”

2. Sufyan ats-Tsaury (wafat 161 H) berkata: “Aku wasiatkan kalian untuk tetap berpegang kepada Ahlus Sunnah dengan baik, karena mereka adalah al-ghurabaa’. Alangkah sedikitnya Ahlus Sunnah wal Jama’ah.

3. Fudhail bin ‘Iyadh (wafat 187 H) berkata: “….Berkata Ahlus Sunnah: Iman itu keyakinan, perkataan, dan perbuatan.”

4. Abu ‘Ubaid al-Qasim bin Sallam (hidup 157-224 H) berkata dalam muqaddimah kitabnya, al-iimaan: “….Maka sesungguhnya apabila engkau bertanya kepadaku tentang iman, perselisihan umat tentang kesempurnaan iman, bertambah dan berkurangnya iman dan engkau menyebutkan seolah-olah engkau berkeinginan sekali untuk mengetahui tentang iman menurut Ahlus Sunnah dari yang demikian…”

5. Imam Ahmad bin Hanbal (hidup 164-241 H), beliau berkata dalam muqaddimah kitabnya, as-Sunnah: “Inilah madzab ahlul ‘ilmi, ash-haabul atsar dan Ahlus Sunnah, yang mereka dikenal sebagai pengikut Sunnah Rasul saw. dan para shahabatnya, dari semenjak zaman para shahabat hingga pada masa sekarang ini…”

6. Imam Ibnu Jarir ath-Thabari (wafat 310 H) berkata: “…adapun yang benar dari perkataan tentang keyakinan bahwa kaum Mukminin akan melihat Allah pada hari kiamat, maka itu merupakan agama kami yang kami beragama dengannya, dan kami mengetahui bahwa Ahlus Sunnah wal Jama’ah berpendapat bahwa penghuni surga akan melihat Allah sesuai dengan berita shahih dari Rasulullah saw.”

7. Imam Abu Ja’far Ahmad bin Muhammad ath-Thahawi (hidup 239-321 H). Beliau berkata dalam muqaddimah kitab ‘aqidahnya yang masyhur (al-‘Aqiidatuth Thahaawiyyah): “…Ini adalah penjelasan tentang ‘aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah.”

Baca juga: Begini Cara Para Ulama Salaf Dalam Mendekatkan Diri Pada Allah

Dengan penukilan tersebut, maka jelaslah bagi kita bahwa lafadz Ahlus Sunnah sudah dikenal di kalangan Salaf (generasi awal ummat ini) dan para ulama sesudahnya. Istilah Ahlus Sunnah merupakan istilah yang mutlak sebagai lawan kata Ahlul Bid’ah. Para ulama Ahlus Sunnah menulis penjelasan tentang ‘aqidah Ahlus Sunnah agar umat paham tentang ‘aqidah yang benar dan untuk membedakan antara mereka dengan Ahlul Bid’ah. Sebagaimana telah dilakukan oleh Imam Ahmad bin Hanbal, Imam al-Barbahari, Imam ath-Thahawi serta yang lainnya.

Post a Comment

أحدث أقدم