Sholat adalah merupakan kewajiban bagi setiap Muslim ketika dirinya sudah aqil baligh, saat seseorang telah mencapai usia aqil baligh maka ketika dirinya tidak menunaikan Sholat akan berlaku hukum Allah atas dirinya yaitu haram ketika meninggalkan Sholat.

Pengertian Shalat menurut bahasa adalah: [الدعاء] doa atau [خبري الدعاء]doa untuk kebaikan, dan sangat penting untuk difahami bahwa tidak berarti setiap doa adalah Sholat sehingga ketika ada pendapat yang mengtakan tidak perlu Sholat ketika sudah berdoa adalah merupakan pendapat yang sesat. Setelah turun kewajiban Sholat, Rasulullah dan para Sahabat tidak pernah meninggalkan Sholat meskipun mereka selalu berdoa kepada Allah untuk setiap urusan mereka.

Logika sederhananya adalah bahwa setiap sholat adalah doa namun bukan setiap doa adalah Sholat.

Menurut syari’at Islam Sholat adalah ucapan dan perbuatan khusus yang diawali dengan takbiratul ihrom dan diakhiri dengan salam. Bacaan dalam Sholat sudah ditentukan sebagaimana telah diajarkan oleh Rosulullah dalam hadits-haditsnya demikian juga dengan gerakan-gerakannya.  Jadi bacaan dan gerakan yang berada di luar apa yang diajarkan oleh Rasulullah dan diklaim sebagai gerakan dan bacaan Sholat adalah kebathilan dan tidak boleh diikuti. Penambahan gerakan sholat dapat membatalkannya demikian juga penambahan bacaan di dalamnya.

( لا صَلاة لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ ) رواه البخاري (الأذان/714)

“Tidak (sah) shalat bagi seseorang yang tidak membaca Fatihatul Kitab (Al-Fatihah)." (HR.Bukhari, Azan/714)

Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori diatas adalah merupakan salah satu dalil yang menunjukkan tentang wajibnya bacaan yang telah ditentukan di dalam Sholat.

Bacaan Sholat juga harus dengan bahasa Arab, menunaikan Sholat dengan membaca terjemahan bacaan Sholat dengan menggunakan lisan tidak sah untuk dilakukan, misalnya bacaan Al-fatihah diganti dengan membaca artinya dalam bahasa Indonesia ketika mengerjakan Sholat.

Diriwayatkan dari Malik bin Anas bahwa Rasulullah saw bersabda, “Kerjakanlah salat sebagaimana kalian melihatku melakukannya,” (HR Bukhari).

Hadits diatas menunjukkan tentang kewajiban bagi kita untuk menunaikan Sholat sebagaimana sebagaimana dilakukan oleh Rosulullah termasuk penggunaan bahasa Arab di dalamnya.

Ke arah mana seseorang menghadap juga merupakan syarat sahnya sholat, dimana seseorang harus menghadap ke arah kiblat saat menunaikan Sholat kecuali dirinya tidak mengetahui arah kiblat dalam kondisi tertentu atau ketika dirinya tidak bisa menghadap ke kiblat karena alasan tertentu seperti misalnya ketika berada di dalam pesawat terbang.

Nabi Muhammad SAW bersabda, "Bila kamu hendak mengerjakan shalat, hendaklah menyempurnakan wudlu kemudian menghadap kiblat lalu takbir," (HR Bukhari dan Muslim).

Hadits diatas menunjukkan tentang perintah untuk menghadap kiblat pada saat menunaikan Sholat, namun demikian dalam kondisi tertentu kita diperbolehkan untuk tidak menghadap kiblat saat menunaikan Sholat seperti yang tersebut dalam Hadits berikut ini: 


وَعَنْ عَامِرِ بْنِ رَبِيعَةَ ( قَالَ : { كُنَّا مَعَ اَلنَّبِيِّ ( فِي لَيْلَةٍ مَظْلَمَةٍ , فَأَشْكَلَتْ عَلَيْنَا اَلْقِبْلَةُ , فَصَلَّيْنَا . فَلَمَّا طَلَعَتِ اَلشَّمْسُ إِذَا نَحْنُ صَلَّيْنَا إِلَى غَيْرِ اَلْقِبْلَةِ , فَنَزَلَتْ : (فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ اَللَّهِ ) } أَخْرَجَهُ اَلتِّرْمِذِيُّ وَضَعَّفَهُ .


Dari ‘Amir bin Rabi’ah, ia berkata, “Kami bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada suatu malam yang gelap, maka kami kesulitan untuk menentukan arah kiblat kemudian kami shalat. Ketika matahari terbit ternyata kami telah shalat ke arah yang bukan kiblat, maka turunlah ayat: ‘Ke mana saja kamu menghadap, maka di sanalah wajah Allah.’” (Dikeluarkan oleh Tirmidzi dan dilemahkan olehnya). [HR. Tirmidzi, no. 345; Ibnu Majah, no. 102; Abu Daud Ath-Thayalisiy, 2:462. Syaikh ‘Abdullah bin Shalih Al-Fauzan mengatakan bahwa hadits ini dhaif, didhaifkan oleh At-Tirmidzi].

Sholat juga harus dalam keadaan suci dan bersih sesuai standar kesucian dan kebersihan yang diajarkan dalam Islam dimana ketika seseorang harus suci dari hadats dan najis. Membersihkan diri dari hadats dengan wudhu dan membersihkan najis sesuai dengan standar kebersihan yang ditentukan oleh Islam.

عن أبي هريرة رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : لا يقبل الله صلاة أحدكم إذا أحدث حتى يتوضأ

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu ia berkata, “Telah bersabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam : “Allah tidak akan menerima shalat salah seorang diantara kalian jika ia berhadats sampai ia berwudhu.” (HR. Bukhari & Muslim)

Demikian juga dengan waktu ditunaikannya, setiap Sholat sudah ditentukan waktunya dan tidak boleh dikerjakan di luar waktunya kecuali dalam kondisi tertentu seperti ketika dalam perjalanan atau musafir maka Sholat boleh dilakukan di luar waktunya dengan jama’ taqdim maupun jama’ ta’khir.


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama