Penggemar film Monty dan Holy Grail pasti akan ingat pada saat seorang wanita dituduh sebagai seorang penyihir dan pmerintah membahas tentang bagaimana cara mengetahui apakah orang tersebut penyihir atau bukan. Salah satu cara untuk mengetahui seseorang Penyihir atau bukan adalah dengan menyeburkan orang tersebut kedalam air.Jika orang tersebut adalah penyihir makan dia akan mengapung namun apabila orang tersebut adalah buan penyihir maka orang tersebut akan tenggelam. Hukuman ini terkenal dengan nama “swimming test” atau “trial by water” atau “dunking” dan pernah dilakukan di Eropa namun pada abad ke-17 hukuman ini dihapuskan. Hari ini kita melihat praktek hukum seperti ini dalam film-film komedi.
Sebelum kita melihat bagaimana sejarah hukum ini pernah diterapkan, hari ini salah seorang anggota Konggres Partai Demokrat asal California Tony Cardenas mengusulkan kembali hukuman tersebut untuk di berlakukan. Ini menjadi sesuatu yang lucu karena logika manapun pasti akan mengatakan jika orang dimasukkan ke dalam air pasti akan tenggelam termasuk seorang penyihir sekalipun. Hal ini mirip ketika ada seorang Pengacara di Indonesia mengusulkan di berlakukan hukuman sumpah pocong.
Inilah cara paling konyol untuk menentukan siapa yang salah dan siapa yang benar dengan menyerahkan kepada air untuk memberikan keputusan. Bagaimanapun juga air akan tunduk pada hukum alam dan akan menenggelamkan orang wlaupun orang tersebut adalah seorang penyihir dan akan tetap mengatakan bahwa tidak ada penyihir karena semua orang pasti tenggelam.
Gagasan membiarkan air untuk memutuskan nasib seseorang adalah gagasan kuno dan membuat masyarakat terkejut dengan ide nyleneh ini. Menenggelamkan seorang penyihir yang dicurigai ke sungai dan membebskan mereka jika mereka mengapung disebutkan dalam kode-kode Ur-Nammu abad 2100-2050 SM.
Pada abad ke-6, Gregorius dalam Tours menuliskan bahwa ada tempat khusus yang digunakan untuk melekukan hukuman ini yaitu sebuah kolam batu, tersangka diberikan bebean berupa batu di lehernya kemudian tersangka di masukkan kedalam kolam. Pada akhir Abad Pertengahan cara melakukan hukuman adalah terdakwa direndam di sebuah kolam sebelum membenamkan tiga kali. Praktek ini juga disebutkan dalam kitab Wisnu Smriti Hindu.
"Logika" dari pengadilan air ini adalah logika terbalik untuk menghukum penyihir, di mana diyakini bahwa orang yang tidak bersalah akan tenggelam sementara penyihir akan mengapung. Ini berasal dari gagasan bahwa penyihir tidak di baptis sehingga sungai yang di baptis akan menolak penyihir. Pengadilan bagi penyihir pada masa kolonia disebut sebagai The Salem, pengadilan nenek sihir diadakan di Amerika pada 1692 dan 1693. Caranya melakukakannya terdakwa diikat tangan dan kakinya dan diberi pemberat berupa batu.
Tak perlu dikatakan, tak satu pun dari dua puluh penyihir yang menjadi terdakwa dan sebagian besar perempuan, selamat. Tak satupun dari mereka terbukti sebagai penyihir karena semuanya tenggelam dan MATI.. Jadi yang "yang tidak bersalah" mati tenggelam, hukum macam apa ini?
Apakah Mr Cárdenas hanya bercanda ketika ia mengusulkan diberlakukannya hukuman ini? Sebuah ide konyol yang lahir dari sebuah negara yang mengklaim sebagai negara paling maju, oohh.... Amerika. Persis ketika terlambat mengecam serangan Israel terhadap Palestina dan tetap membantu persenjataan terhadap Israel (RR/tr/310714)
Sebelum kita melihat bagaimana sejarah hukum ini pernah diterapkan, hari ini salah seorang anggota Konggres Partai Demokrat asal California Tony Cardenas mengusulkan kembali hukuman tersebut untuk di berlakukan. Ini menjadi sesuatu yang lucu karena logika manapun pasti akan mengatakan jika orang dimasukkan ke dalam air pasti akan tenggelam termasuk seorang penyihir sekalipun. Hal ini mirip ketika ada seorang Pengacara di Indonesia mengusulkan di berlakukan hukuman sumpah pocong.
Inilah cara paling konyol untuk menentukan siapa yang salah dan siapa yang benar dengan menyerahkan kepada air untuk memberikan keputusan. Bagaimanapun juga air akan tunduk pada hukum alam dan akan menenggelamkan orang wlaupun orang tersebut adalah seorang penyihir dan akan tetap mengatakan bahwa tidak ada penyihir karena semua orang pasti tenggelam.
Gagasan membiarkan air untuk memutuskan nasib seseorang adalah gagasan kuno dan membuat masyarakat terkejut dengan ide nyleneh ini. Menenggelamkan seorang penyihir yang dicurigai ke sungai dan membebskan mereka jika mereka mengapung disebutkan dalam kode-kode Ur-Nammu abad 2100-2050 SM.
Pada abad ke-6, Gregorius dalam Tours menuliskan bahwa ada tempat khusus yang digunakan untuk melekukan hukuman ini yaitu sebuah kolam batu, tersangka diberikan bebean berupa batu di lehernya kemudian tersangka di masukkan kedalam kolam. Pada akhir Abad Pertengahan cara melakukan hukuman adalah terdakwa direndam di sebuah kolam sebelum membenamkan tiga kali. Praktek ini juga disebutkan dalam kitab Wisnu Smriti Hindu.
"Logika" dari pengadilan air ini adalah logika terbalik untuk menghukum penyihir, di mana diyakini bahwa orang yang tidak bersalah akan tenggelam sementara penyihir akan mengapung. Ini berasal dari gagasan bahwa penyihir tidak di baptis sehingga sungai yang di baptis akan menolak penyihir. Pengadilan bagi penyihir pada masa kolonia disebut sebagai The Salem, pengadilan nenek sihir diadakan di Amerika pada 1692 dan 1693. Caranya melakukakannya terdakwa diikat tangan dan kakinya dan diberi pemberat berupa batu.
Tak perlu dikatakan, tak satu pun dari dua puluh penyihir yang menjadi terdakwa dan sebagian besar perempuan, selamat. Tak satupun dari mereka terbukti sebagai penyihir karena semuanya tenggelam dan MATI.. Jadi yang "yang tidak bersalah" mati tenggelam, hukum macam apa ini?
Apakah Mr Cárdenas hanya bercanda ketika ia mengusulkan diberlakukannya hukuman ini? Sebuah ide konyol yang lahir dari sebuah negara yang mengklaim sebagai negara paling maju, oohh.... Amerika. Persis ketika terlambat mengecam serangan Israel terhadap Palestina dan tetap membantu persenjataan terhadap Israel (RR/tr/310714)
Posting Komentar