Aleppo kembali mencekam. Konflik yang terjadi di kota terbesar kedua setelah Damaskus itu, kini berada pada titik yang cukup tragis. Sebagian besar wilayah yang sebelumnya dikuasai oleh para mujahidin kembali dikuasai oleh tentara rezim syiah Bashar Assad. Ribuan kaum muslimin terancam menjadi korban genosida (pembantaian masal).
Dari sejumlah laman pemberitaan dan kicauan langsung dari warga Aleppo di sosial media, menunjukkan betapa ngerinya kondisi yang sedang terjadi di sana. Mayat-mayat bergelimpangan di jalanan sepanjang kota. Anak-anak tanpa dosa dibunuh dan para wanita diperkosa sebelum dibunuh.
Perihnya penderitaan yang sedang mereka hadapi, menyebabkan para ulama dari berbagai penjuru dunia menyerukan umat Islam agar melaksanakan qunut nazilah. Dan tidak sedikit di antara mereka yang menyatakan secara tegas bahwa hukum jihad membantu warga Aleppo hari ini adalah wajib dengan cara apa pun yang mampu kita lakukan.
Kewajiban Jihad Demi Menolong Penduduk Aleppo
Kondisi kita yang jauh atau belum mampu bergabung langsung, bukan berarti kita dibolehkan untuk berdiam diri dan tidak bergerak demi meringankan beban mereka. Kita tetap diwajibkan untuk menolong saudara kita yang sedang dikepung musuh. Ada banyak hal yang mampu kita lakukan agar kewajiban tersebut gugur dari pundak kita.
Syekh Hakim Al-Mathiri dalam chanel telegramnya, ia menuliskan, “Jihad di jalan Allah untuk menolong kaum muslimin yang terkepung di Aleppo saat ini adalah wajib hukumnya, baik dengan harta, pemikiran ataupun lewat kata-kata. Allah ta’ala berfirman;
وَجَاهِدُوا بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Berjihadlah dengan harta dan jiwamu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. At-Taubah: 41)
Lalu dalam ayat yang lain, Allah Ta’ala juga menegaskan:
وَحَرِّضِ الْمُؤْمِنِينَ عَسَى اللَّهُ أَنْ يَكُفَّ بَأْسَ الَّذِينَ كَفَرُوا ۚ وَاللَّهُ أَشَدُّ بَأْسًا وَأَشَدُّ تَنْكِيلًا
“…Kobarkanlah semangat orang-orang beriman untuk berperang. Mudah-mudahan Allah menolak serangan orang-orang kafir itu. Allah sangat besar kekuatanNya dan sangat keras siksaNya.” (QS An-Nisaa: 84)
Sejatinya makna jihad yang dimaksudkan dalam ayat al-quran adalah berperang dengan mengangkat senjata. Tapi dalam amalan jihad, tidak semuanya juga harus mengangkat senjata. Ada peran-perang penting lainnya yang dibutuhkan di medan jihad, misalnya tim medis yang mengobati korban luka-luka atau awak media yang memberitakan kondisi yang sebenarnya kepada kaum muslimin di dunia.
jihad melawan musuh melalui kata-kata (kalimah) atau dengan memaksimalkan media massa untuk membentuk opini masyarakat, juga tidak kalah pentingnya dibandingkan dengan jihad jiwa merangkul senjata dan jihad harta.
Jihad Kalimah untuk Muslim Aleppo
Adalah sahabat Hasan bin Tsabit, ia merupakan salah satu teladan dari kalangan para sahabat yang berjihad melalui kata-kata. Saat itu, Hasan bin Tsabit diriwayatkan adalah sosok yang cukup ulung dalam melawan kaum musyrikin lewat susunan syair yang beliau rangkai kata demi kata.
Mengenai keutamaan peran yang beliau lakukan, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda;
إِنَّ رُوحَ الْقُدُسِ لَا يَزَالُ يُؤَيِّدُكَ مَا نَافَحْتَ عَنْ اللَّهِ وَرَسُولِهِ
“Sesungguhnya jibril senantiasa menolongmu selama engkau membela Allah dan rasul-Nya.” (HR. Muslim)
Dalam riwayat lain Abu Hurairah menceritakan bahwasanya Umar bin Khathab pernah berjalan melewati Hassan yang sedang melantunkan sya’ir di Masjid. Lalu Umar menegurnya dengan pandangan mata. Tetapi Hassan berkata; “Dulu saya pernah melantunkan syair di Masjid ini, yang ketika itu ada seseorang yang lebih mulia daripadamu yaitu (Rasulullah).” Kemudian Hassan menoleh kepada Abu Hurairah seraya berkata; “Saya bersumpah kepadamu dengan nama Allah hai Abu Hurairah, pernahkah kamu mendengar Rasulullah berkata kepada saya, Hai Hassan, balaslah sya’ir orang-orang kafir untuk membelaku! Ya Allah ya Tuhanku, dukunglah Hassan dengan Jibril! ‘Abu Hurairah menjawab; ‘Ya, Saya pernah mendengarnya.” (HR. Muslim)
Kisah hasan bin tsabit di atas menunjukkan bahwa termasuk jihad di jalan Allah adalah menggunakan wasilah atau perangkat media untuk mengabarkan kepada masyarakat luas, baik gambar, video, suara atau kata-kata untuk menolong kaum muslimin yang lemah, membantu mereka serta memotivasi mereka untuk melakukan perlawanan terhadap musuh. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
جَاهِدُوا الْمُشْرِكِينَ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ وَأَلْسِنَتِكُمْ
“Berjihadlah melawan kaum musyrikin dengan harta, jiwa dan lisan kalian.” (HR. Abu Dawud)
Dalam salah satu risalahnya yang diberi judul Ittihaful `Ibad Bifadhoilil Jihad, Syaikh Abdullah Azzam Azzam berkata, “Jihad dengan lisan adalah menampilkan aksi jihad dengan gambaran yang menarik dan membendung serangan media yang dikampanyekan terhadap jihad Afghan. Juga bisa dengan berdiri melawan pencitraan buruk terhadap jihad atau merusak kepribadiannya atau membunuh karakter para pemimpinnya. Juga dengan membantah para pengembos, penyeleweng, penyinyir serta mereka yang menyebarkan berita bohong.”
Syekh Hakim Al-Mathiri di penghujung tulisannya menegaskan, “Tidak mau berjihad, walaupun hanya sekedar lewat kata-kata, karena takut kepada musuh adalah bagian dari nifak ‘amali (perbuatan). sementara meninggalkan amalan jihad karena ingin menjauh dari amalan tersebut atau karena meremehkan kewajiban tersebut adalah bentuk nifak qalbi (keyakinan).”
Lalu ia melanjutakan, “Barangsiapa yang mati sementara dia belum pernah berjihad dan belum pernah berniat untuk berjihad maka dia mati dalam keadaan menjadi orang munafik. Rasulullah bersabda;
مَنْ مَاتَ وَلَمْ يَغْزُ, وَلَمْ يُحَدِّثْ نَفْسَهُ بِهِ, مَاتَ عَلَى شُعْبَةٍ مِنْ نِفَاقٍ
“Barangsiapa meninggal dunia sementara dia belum pernah berperang atau meniatkan diri untuk berperang, maka dia mati di atas satu cabang dari kemunafikan.” (HR. Muslim)
Tidak ada udzur (toleransi hukum) bagi kaum muslimin di dunia ini untuk meninggalkan jihad atau mengobarkan jihad untuk menolong kaum muslimin di Aleppo, atau di Syam secara umum—Mereka sedang berperang melawan kezaliman koalisi salibis—lewat kata-kata karena takut dengan penguasa. Padahal hanya Allah lah yang berhak untuk ditakuti. Wallahu a’lam bis shawab!
Penulis : Fakhruddin, diinisiasi dari tulisan Syekh Hakim Al-Mathiri, Sumber: https://telegram.me/DrHAKEM
Editor : Arju
Dari sejumlah laman pemberitaan dan kicauan langsung dari warga Aleppo di sosial media, menunjukkan betapa ngerinya kondisi yang sedang terjadi di sana. Mayat-mayat bergelimpangan di jalanan sepanjang kota. Anak-anak tanpa dosa dibunuh dan para wanita diperkosa sebelum dibunuh.
Perihnya penderitaan yang sedang mereka hadapi, menyebabkan para ulama dari berbagai penjuru dunia menyerukan umat Islam agar melaksanakan qunut nazilah. Dan tidak sedikit di antara mereka yang menyatakan secara tegas bahwa hukum jihad membantu warga Aleppo hari ini adalah wajib dengan cara apa pun yang mampu kita lakukan.
Kewajiban Jihad Demi Menolong Penduduk Aleppo
Kondisi kita yang jauh atau belum mampu bergabung langsung, bukan berarti kita dibolehkan untuk berdiam diri dan tidak bergerak demi meringankan beban mereka. Kita tetap diwajibkan untuk menolong saudara kita yang sedang dikepung musuh. Ada banyak hal yang mampu kita lakukan agar kewajiban tersebut gugur dari pundak kita.
Syekh Hakim Al-Mathiri dalam chanel telegramnya, ia menuliskan, “Jihad di jalan Allah untuk menolong kaum muslimin yang terkepung di Aleppo saat ini adalah wajib hukumnya, baik dengan harta, pemikiran ataupun lewat kata-kata. Allah ta’ala berfirman;
وَجَاهِدُوا بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ ۚ ذَٰلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Berjihadlah dengan harta dan jiwamu di jalan Allah. Yang demikian itu adalah lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (QS. At-Taubah: 41)
Lalu dalam ayat yang lain, Allah Ta’ala juga menegaskan:
وَحَرِّضِ الْمُؤْمِنِينَ عَسَى اللَّهُ أَنْ يَكُفَّ بَأْسَ الَّذِينَ كَفَرُوا ۚ وَاللَّهُ أَشَدُّ بَأْسًا وَأَشَدُّ تَنْكِيلًا
“…Kobarkanlah semangat orang-orang beriman untuk berperang. Mudah-mudahan Allah menolak serangan orang-orang kafir itu. Allah sangat besar kekuatanNya dan sangat keras siksaNya.” (QS An-Nisaa: 84)
Sejatinya makna jihad yang dimaksudkan dalam ayat al-quran adalah berperang dengan mengangkat senjata. Tapi dalam amalan jihad, tidak semuanya juga harus mengangkat senjata. Ada peran-perang penting lainnya yang dibutuhkan di medan jihad, misalnya tim medis yang mengobati korban luka-luka atau awak media yang memberitakan kondisi yang sebenarnya kepada kaum muslimin di dunia.
jihad melawan musuh melalui kata-kata (kalimah) atau dengan memaksimalkan media massa untuk membentuk opini masyarakat, juga tidak kalah pentingnya dibandingkan dengan jihad jiwa merangkul senjata dan jihad harta.
Jihad Kalimah untuk Muslim Aleppo
Adalah sahabat Hasan bin Tsabit, ia merupakan salah satu teladan dari kalangan para sahabat yang berjihad melalui kata-kata. Saat itu, Hasan bin Tsabit diriwayatkan adalah sosok yang cukup ulung dalam melawan kaum musyrikin lewat susunan syair yang beliau rangkai kata demi kata.
Mengenai keutamaan peran yang beliau lakukan, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda;
إِنَّ رُوحَ الْقُدُسِ لَا يَزَالُ يُؤَيِّدُكَ مَا نَافَحْتَ عَنْ اللَّهِ وَرَسُولِهِ
“Sesungguhnya jibril senantiasa menolongmu selama engkau membela Allah dan rasul-Nya.” (HR. Muslim)
Dalam riwayat lain Abu Hurairah menceritakan bahwasanya Umar bin Khathab pernah berjalan melewati Hassan yang sedang melantunkan sya’ir di Masjid. Lalu Umar menegurnya dengan pandangan mata. Tetapi Hassan berkata; “Dulu saya pernah melantunkan syair di Masjid ini, yang ketika itu ada seseorang yang lebih mulia daripadamu yaitu (Rasulullah).” Kemudian Hassan menoleh kepada Abu Hurairah seraya berkata; “Saya bersumpah kepadamu dengan nama Allah hai Abu Hurairah, pernahkah kamu mendengar Rasulullah berkata kepada saya, Hai Hassan, balaslah sya’ir orang-orang kafir untuk membelaku! Ya Allah ya Tuhanku, dukunglah Hassan dengan Jibril! ‘Abu Hurairah menjawab; ‘Ya, Saya pernah mendengarnya.” (HR. Muslim)
Kisah hasan bin tsabit di atas menunjukkan bahwa termasuk jihad di jalan Allah adalah menggunakan wasilah atau perangkat media untuk mengabarkan kepada masyarakat luas, baik gambar, video, suara atau kata-kata untuk menolong kaum muslimin yang lemah, membantu mereka serta memotivasi mereka untuk melakukan perlawanan terhadap musuh. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
جَاهِدُوا الْمُشْرِكِينَ بِأَمْوَالِكُمْ وَأَنْفُسِكُمْ وَأَلْسِنَتِكُمْ
“Berjihadlah melawan kaum musyrikin dengan harta, jiwa dan lisan kalian.” (HR. Abu Dawud)
Dalam salah satu risalahnya yang diberi judul Ittihaful `Ibad Bifadhoilil Jihad, Syaikh Abdullah Azzam Azzam berkata, “Jihad dengan lisan adalah menampilkan aksi jihad dengan gambaran yang menarik dan membendung serangan media yang dikampanyekan terhadap jihad Afghan. Juga bisa dengan berdiri melawan pencitraan buruk terhadap jihad atau merusak kepribadiannya atau membunuh karakter para pemimpinnya. Juga dengan membantah para pengembos, penyeleweng, penyinyir serta mereka yang menyebarkan berita bohong.”
Syekh Hakim Al-Mathiri di penghujung tulisannya menegaskan, “Tidak mau berjihad, walaupun hanya sekedar lewat kata-kata, karena takut kepada musuh adalah bagian dari nifak ‘amali (perbuatan). sementara meninggalkan amalan jihad karena ingin menjauh dari amalan tersebut atau karena meremehkan kewajiban tersebut adalah bentuk nifak qalbi (keyakinan).”
Lalu ia melanjutakan, “Barangsiapa yang mati sementara dia belum pernah berjihad dan belum pernah berniat untuk berjihad maka dia mati dalam keadaan menjadi orang munafik. Rasulullah bersabda;
مَنْ مَاتَ وَلَمْ يَغْزُ, وَلَمْ يُحَدِّثْ نَفْسَهُ بِهِ, مَاتَ عَلَى شُعْبَةٍ مِنْ نِفَاقٍ
“Barangsiapa meninggal dunia sementara dia belum pernah berperang atau meniatkan diri untuk berperang, maka dia mati di atas satu cabang dari kemunafikan.” (HR. Muslim)
Tidak ada udzur (toleransi hukum) bagi kaum muslimin di dunia ini untuk meninggalkan jihad atau mengobarkan jihad untuk menolong kaum muslimin di Aleppo, atau di Syam secara umum—Mereka sedang berperang melawan kezaliman koalisi salibis—lewat kata-kata karena takut dengan penguasa. Padahal hanya Allah lah yang berhak untuk ditakuti. Wallahu a’lam bis shawab!
Penulis : Fakhruddin, diinisiasi dari tulisan Syekh Hakim Al-Mathiri, Sumber: https://telegram.me/DrHAKEM
Editor : Arju
إرسال تعليق