Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menyebut Presiden Joko Widodo harus mengeluarkan Perppu jika tidak menonaktifkan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai Gubernur DKI Jakarta. Hal itu dikarenakan ada pasal yang mewajibkan kepala daerah yang menjadi terdakwa dengan ancaman di atas lima tahun bui harus dinonaktifkan.
"Menurut Undang-undang, Pasal 83 ayat 1 jelas seorang kepala daerah yang menjadi terdakwa itu diberhentikan sementara. Nggak ada pasal lain yang bisa menafikan itu," kata Mahfud MD di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis (9/2/2017).
"Kalau memang Ahok ini dipertahankan juga ya cabut dulu pasal itu agar tidak melanggar hukum. Presiden boleh mencabut pasal itu dengan perppu, dengan hak subjektifnya," sambungnya.
Dia juga menambahkan kalau penggunaan hak subjektif tersebut harus dipertanggungjawabnkan secara politik jika ada anggapan bahwa presiden mengistimewakan Ahok.
"Asal mau menanggung seluruh akibat politik dari pencabutan Perppu itu. Itu politik ya, saya memberi jalan yuridisnya. Ada hak subjektif presiden, hak subjektif itu artinya alasan-alasannya ditentukan sendiri. Tapi dipertanggungjawabkan sendiri secara politik pada masa sidang DPR berikutnya," ujarnya.
Mahfud menegaskan pemberhentian sementara Ahok juga tidak bisa menunggu tuntutan. Hal itu menurutnya merupakan amanah dari Undang-undang yang harus dilakukan.
"Tidak ada instrumen hukum lain yang bisa membenarkan Ahok itu menjadi gubernur kembali tanpa mencabut (pasal) itu. Karena undang-undang jelas menyebutnya bukan tuntutan seperti dikatakan Mendagri. Mendagri katakan menunggu tuntutan, di situ (pasal 83 ayat 1 UU 23 tahun 2014) disebut terdakwa berarti dakwaan," ucap Mahfud.
Ahok didakwa dengan pasal penistaan agama. Dua pasal yang didakwakan ke Ahok salah satunya memiliki ancaman hukuman maksimal lima tahun.
Sumber: detik.com
"Menurut Undang-undang, Pasal 83 ayat 1 jelas seorang kepala daerah yang menjadi terdakwa itu diberhentikan sementara. Nggak ada pasal lain yang bisa menafikan itu," kata Mahfud MD di Gedung KPK, Jalan HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Kamis (9/2/2017).
"Kalau memang Ahok ini dipertahankan juga ya cabut dulu pasal itu agar tidak melanggar hukum. Presiden boleh mencabut pasal itu dengan perppu, dengan hak subjektifnya," sambungnya.
Dia juga menambahkan kalau penggunaan hak subjektif tersebut harus dipertanggungjawabnkan secara politik jika ada anggapan bahwa presiden mengistimewakan Ahok.
"Asal mau menanggung seluruh akibat politik dari pencabutan Perppu itu. Itu politik ya, saya memberi jalan yuridisnya. Ada hak subjektif presiden, hak subjektif itu artinya alasan-alasannya ditentukan sendiri. Tapi dipertanggungjawabkan sendiri secara politik pada masa sidang DPR berikutnya," ujarnya.
Mahfud menegaskan pemberhentian sementara Ahok juga tidak bisa menunggu tuntutan. Hal itu menurutnya merupakan amanah dari Undang-undang yang harus dilakukan.
"Tidak ada instrumen hukum lain yang bisa membenarkan Ahok itu menjadi gubernur kembali tanpa mencabut (pasal) itu. Karena undang-undang jelas menyebutnya bukan tuntutan seperti dikatakan Mendagri. Mendagri katakan menunggu tuntutan, di situ (pasal 83 ayat 1 UU 23 tahun 2014) disebut terdakwa berarti dakwaan," ucap Mahfud.
Ahok didakwa dengan pasal penistaan agama. Dua pasal yang didakwakan ke Ahok salah satunya memiliki ancaman hukuman maksimal lima tahun.
Sumber: detik.com
إرسال تعليق