Penggusuran dengan kosmetik manusiawi menyusul "sukses" dilakukan di Kalijodo lalu Pasar Ikan, Luar Batang, Kalibata dan lain-lain kawasan di Ibukota yang dianggap hukumnya wajib digusur atas nama pembangunan Jakarta menjadi lebih tertib, bersih, sehat, sejahtera dan gemerlap. Penggusuran tertunda di Bidara Cina akibat gugatan warga setempat dimenangkan oleh PTUN. Lain hanya dengan Bukit Duri. Entah karena apa, penggusur meyakini bahwa Bukit Duri hukumnya wajib digusur tanpa kompromi, tanpa toleransi, tanpa peduli apa pun, termasuk HAM bahkan hukum.

Penggusur lupa atau pura-pura lupa bahwa yang digusur sebenarnya bukan cuma bangunan namun terutama manusia. Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tegas menegaskan bahwa tanah dan bangunan di Bukit Duri sedang dalam proses hukum maka penggusuran terhadap tanah dan bangunan dalam proses hukum merupakan bukan saja pelanggaran hukum namun pelanggaran hukum secara sempurna. Majelis Hakim PTUN Jaksel juga memiliki keyakinan yang sama. Mantan Ketua MK, Prof. Dr. Mahfud MD yang dapat diyakini benar-benar mengerti masalah hukum juga menyatakan bahwa penggusuran terhadap tanah dan bangunan dalam proses hukum merupakan pelanggaran hukum. Demikian pula keyakinan Menteri Hukum dan HAM, Dr. Yasonna Laoly.

Saya pribadi berulang kali memohon kepada pemerintah provinsi DKI Jakarta untuk berbelas-kasih menunda penggusuran terhadap Bukit Duri sampai dengan saat proses hukum di PN Jakpus dan PTUN Jaksel terselesaikan. Saya juga mendampingi tokoh pejuang kemanusiaan Sandyawan Sumardi dan warga Bukit Duri menghadap Prof. Dr. Hendrawan Supratikno mewakili fraksi PPDIP di DPR RI yang ternyata juga sependapat bahwa sebaiknya penggusuran Bukit Duri masih dalam proses hukum tidak dilakukan selama Indonesia masih merupakan negara hukum.

Namun semua itu tidak dipedulikan oleh pihak penggusur yang pada tanggal 28 September 2016 dengan gagah perkasa mengirimkan laskar penggusuran demi membumi-ratakan Bukit Duri. Penggusuran didukung dengan penuh semangat oleh para pendukung kebijakan penggusuran yang bahkan melalui medsos tidak segan menghujat para warga miskin tergusur sebagai warga liar, manusia tidak tahu diri, penentang pembangunan, pemberontak bahkan kriminal. Sudah digusur masih dihujat!

Pemprov DKI Jakarta lantang sesumbar masih akan menggusur lebih dari 350 titik lokasi di Jakarta yang hukumnya wajib untuk digusur demi pembangunan. Namun Yang Maha Kasih berkehendak lain sebab gebuan penggusuran terpaksa terhambat kasus penistaan agama serta para kepala daerah dan wakilnya wajib cuti pilkada.

Pembina warga miskin bantaran kali Ciliwung sejak awal abad XXI, Sandyawan Sumardi sepenuhnya berhak mengistilahkan penggusuran Bukit Duri sebagai PENISTAAN KEMANUSIAAN.

InsyaAllah, Penistaan Kemanusiaan hanya akan berhenti sampai di Bukit Duri saja. Marilah kita bersama memanjatkan doa kepada Yang Maha Kasih agar berkenan menganugerahkan kesadaran kemanusiaan bagi gubernur Jakarta yang akan terpilih oleh rakyat termasuk rakyat miskin pada Pilkada 2017 sehingga sudi melaksanakan kebijakan yang benar-benar bijak secara sempurna dengan tidak melanjutkan angkara murka penistaan kemanusiaan terhadap warga miskin kota Jakarta selaras asas kemanusiaan adil dan beradab serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Amin.. [***]

Penulis adalah pembelajar makna kemanusiaan

Sumber

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama