Presiden Filipina Rodrigo Duterte hari Jumat (16/12/2016) mengatakan bahwa pembunuhan-pembunuhan yang dilakukannya saat menjabat walikota Davao City adalah bagian dari operasi pemberantasan narkoba yang memiliki legitimasi.
Berbicara kepada para wartawan Filipina yang mengiringi lawatannya ke Singapura, Duterte mengatakan dia pernah membunuh tiga pria saat terjadi penyanderaan di Davao City, di mana dia menjadi walikota selama lebih dari 20 tahun.
“Itu bukan karena saya iseng jalan-jalan lalu membunuh,” Itu adalah peristiwa sesungguhnya yang diliput oleh TV … Saya katakan saya membunuh sekitar tiga orang. Saya tidak tahu berapa peluru dari senjata saya yang menembus tubuh mereka,” kata Duterte seperti dilansir Reuters.
Menyusul pernyataan mengejutkan itu, anggota-anggota senat Filipina memperingatkan Duterte akan kemungkinan pemakzulan atas dirinya.
Josh Earnest, seorang juru bicara Gedung Putih, mengatakan bahwa di Washington pernyataan Duterte itu “menimbulkan masalah.”
“Amerika Serikat terus prihatin dengan meluasnya kabar perihal pembunuhan di luar hukum oleh, atau atas nama, otoritas pemerintahan di Filipina,” kata Earnest.
Duterte menegaskan dirinya hanya membunuh pelaku kejahatan dan tidak akan pernah membunuh karena alasan ras, agama atau karena perbedaan pandangan politik. “Itu bukan genosida, ini masalah kriminalitas. Masalah ini tidak tercakup dalam piagam Mahkamah Kejahatan Internasional,” tegasnya.
“Jika Anda memerangi pecandu narkoba dan para penjahat, saya bisa melakukannya sebanyak yang saya mau dan selama masih ada pengedar narkoba di jalanan di negeri saya … kampanye ini akan terus berlangsung sampai akhir masa jabatan saya,” kata Presiden Filipina itu.
Duterte mengatakan kepada siapa saja yang ingin menghancurkan negaranya, “Saya tidak akan berpikir dua kali untuk menebas kepala kalian,” seraya memerintahkan polisi untuk bergerak dan memburu para pengedar narkoba dan membunuh mereka yang melawan saat ditangkap.
Diduga lebih dari 2.000 orang telah tewas dalam operasi pemberantasan narkoba oleh polisi Filipina sejak Duterte resmi menjadi presiden pada 1 Juli. Sebanyak lebih dari 3.000 orang lainnya diduga tewas oleh orang-orang bertopeng bermotor atau oleh warga yang melakukan aksi main hakim sendiri.
Sumber: Hidayatullah
Berbicara kepada para wartawan Filipina yang mengiringi lawatannya ke Singapura, Duterte mengatakan dia pernah membunuh tiga pria saat terjadi penyanderaan di Davao City, di mana dia menjadi walikota selama lebih dari 20 tahun.
“Itu bukan karena saya iseng jalan-jalan lalu membunuh,” Itu adalah peristiwa sesungguhnya yang diliput oleh TV … Saya katakan saya membunuh sekitar tiga orang. Saya tidak tahu berapa peluru dari senjata saya yang menembus tubuh mereka,” kata Duterte seperti dilansir Reuters.
Menyusul pernyataan mengejutkan itu, anggota-anggota senat Filipina memperingatkan Duterte akan kemungkinan pemakzulan atas dirinya.
Josh Earnest, seorang juru bicara Gedung Putih, mengatakan bahwa di Washington pernyataan Duterte itu “menimbulkan masalah.”
“Amerika Serikat terus prihatin dengan meluasnya kabar perihal pembunuhan di luar hukum oleh, atau atas nama, otoritas pemerintahan di Filipina,” kata Earnest.
Duterte menegaskan dirinya hanya membunuh pelaku kejahatan dan tidak akan pernah membunuh karena alasan ras, agama atau karena perbedaan pandangan politik. “Itu bukan genosida, ini masalah kriminalitas. Masalah ini tidak tercakup dalam piagam Mahkamah Kejahatan Internasional,” tegasnya.
“Jika Anda memerangi pecandu narkoba dan para penjahat, saya bisa melakukannya sebanyak yang saya mau dan selama masih ada pengedar narkoba di jalanan di negeri saya … kampanye ini akan terus berlangsung sampai akhir masa jabatan saya,” kata Presiden Filipina itu.
Duterte mengatakan kepada siapa saja yang ingin menghancurkan negaranya, “Saya tidak akan berpikir dua kali untuk menebas kepala kalian,” seraya memerintahkan polisi untuk bergerak dan memburu para pengedar narkoba dan membunuh mereka yang melawan saat ditangkap.
Diduga lebih dari 2.000 orang telah tewas dalam operasi pemberantasan narkoba oleh polisi Filipina sejak Duterte resmi menjadi presiden pada 1 Juli. Sebanyak lebih dari 3.000 orang lainnya diduga tewas oleh orang-orang bertopeng bermotor atau oleh warga yang melakukan aksi main hakim sendiri.
Sumber: Hidayatullah
Posting Komentar