Hukum membawa anak ke Masjid untuk ikut shalat berjama’ah adalah boleh, bahkan sangat dianjurkan untuk melatih si anak untuk mencintai shalat berjama’ah di masjid (terutama bagi anak laki-laki), oleh karena itu membawa anak ke masjid dianjurkan untuk membiasakan mereka menjadi Ahli Masjid.
Salah satu faktor untuk menumbuhkan kebiasaan anak untuk pergi ke Masjid adalah dengan membawa anak ke masjid sejak dini. Apa yang ditanamkan pada sejak dini akan membentuk kebiasaan pada diri anak.
Membawa anak ke Masjid juga dicontohkan oleh Rasuluallah dimana beliau pernah membawa cucu-cucu beliau ke Masjid.
Ada banyak dalil yang menunjukkan dibolehkannya membawa anak ke masjid, berikut ini beberapa hadits yang menunjukkan kebolehannya, diantaranya adalah :
عَنْ أَنَسِ بنِ مَالِكِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنِّيْ لَأَدْخُلُ فِي الصَّلاَةِ وَأَنَا أُرِيْدُ إِطَالَتَهَا فَأَسْمَعُ بكَاءَ الصَّبِيِّ فَأَتَجَوَزُ فِيْ صَلاَتِيْ مِمَّا أَعْلَمُ مِنْ شِدَّة وَجدِ أمِّهِ مِنْ بُكَائِهِ
Dari Anas bin Malik, bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda : “Sungguh aku akan memulai shalat (berjama’ah) dan aku ingin memperpanjangnya. Namun tiba-tiba aku mendengar suara tangisan seorang bayi. Maka aku memperingan (memperpendek) shalatku, karena aku mengetahui betapa cintanya (gelisahnya) ibunya terhadap tangis (anak)-nya itu” [HR. Bukhari no. 677 dan Muslim no. 470]. [1]
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ شِدَّادِ عَنْ أَبِيْهِ قَالَ خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْ إِحْدَى صَلاَتَيِ الْعِشَاءِ وَهُوَ حَامِل حَسَناً أَوْ حسَيْناً فَتَقَدَّمَ رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَوَضَعَهُ ثُمَّ كَبَّرَ لِلصَّلاَةِ فَصَلَّى فَسَجَدَ بَيْنَ ظَهْرَانَيْ صَلاَتِهِ سَجْدَةً أَطَالَهَا قَالَ أَبِيْ فَرَفَعْتُ رَأْسِيْ وَإِذَا الصَّبِيُّ عَلَى ظَهْرِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ سَاجِد فَرَجَعْتُ إِلَى سُجُوْدِيْ فَلَمَّا قَضَى رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصَّلاَةَ قَالَ النَّاسُ يَا رسول الله إِنَكَ سَجَدْتَ بَيْنَ ظَهْرَانَيْ صَلاَتِكَ سَجْدَة أَطَّلْتَهَا حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهُ قَدْ حَدَثَ أَمْر أَوْ أَنَّهُ يُوْحَى إِلَيْكَ قَالَ كُلُّ ذَلِكَ لَمْ يَكُنْ وَلَكِن ابْنِي ارْتَحَلَنِيْ فَكَرَهْتُ أَنْ أُعَجِّلَهُ حَتَّى يَقْضِيَ حَاجَتَهُ
Abdullah bin Syaddad meriwayatkan bahwa ayahnya berkata : ”Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam menemui kami saat hendak mengerjakan salah satu shalat malam (yaitu maghrib atau ’isya’) sambil membawa Hasan atau Husain. Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam maju dan meletakkan cucunya tersebut lalu mengucapkan takbiratul-ihram dan memulai shalat. Di tengah shalat, beliau sujud cukup lama”. Ayahku berkata : ”Maka aku mengangkat kepala, lalu tampaklah cucu beliau yang masih kecil itu sedang bermain di tas punggung beliau, sedangkan beliau tetap sujud. Maka akupun sujud kembali. Setelah selesai shalat, para shahabat bertanya : ’Wahai Rasulullah, engkau sujud terlalu lama di tengah-tengah shalat tadi, sehingga kami mengira telah terjadi sesuatu, atau engkau sedang menerima wahyu”. Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam bersabda : ”Semua dugaan kalian tidaklah terjadi. Akan tetapi cucuku ini sedang naik ke punggungku seperti sedang menunggang kendaraan. Aku tidak ingin menyudahinya sampai ia benar-benar berhenti sendiri” [HR. Nasa’i dalam Ash-Shughraa no. 1141; shahih].
عَنْ أَبِي قَتَادَةَ الْأَنْصَارِيِّ قَالَ رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَؤُمُّ النَّاسَ وَأُمَامَةُ بِنْتُ أَبِي الْعَاصِ وَهِيَ ابْنَةُ زَيْنَبَ بِنْتِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى عَاتِقِهِ فَإِذَا رَكَعَ وَضَعَهَا وَإِذَا رَفَعَ مِنْ السُّجُودِ أَعَادَهَا
Dari Abi Qatadah Al-Anshary radliyallaahu ’anhu ia berkata : ”Aku melihat Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam sedang mengimami manusia dan Umamah binti Abil-’Ash – ia adalah anak dari Zainab binti Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam – (digendong) di atas pundakya. Apabila beliau rukuk, maka beliau meletakkannya, dan apabila beliau akan berdiri dari sujud, maka beliau kembali (menggendongnya)” [HR. Bukhari no. 494 dan Muslim no. 543; ini lafadh Muslim].
Imam An-Nawawi berkata ketika menjelaskan hadits di atas :
هَذَا يَدُلّ لِمَذْهَبِ الشَّافِعِيّ - رَحِمَهُ اللَّه تَعَالَى - وَمَنْ وَافَقَهُ أَنَّهُ يَجُوز حَمْل الصَّبِيّ وَالصَّبِيَّة وَغَيْرهمَا مِنْ الْحَيَوَان الطَّاهِر فِي صَلَاة الْفَرْض وَصَلَاة النَّفْل , وَيَجُوز ذَلِكَ لِلْإِمَامِ وَالْمَأْمُوم , وَالْمُنْفَرِد
”Hadits ini sebagai dalil bagi madzhab Asy-Syafi’i rahimahullah dan yang sepakat dengannya bahwasannya diperbolehkan untuk membawa anak baik laki-laki dan perempuan serta hewan yang suci dalam shalat fardlu dan shalat sunnah, baik ia seorang imam, makmun, atau orang yang shalat sendirian (munfarid)” [Syarah Shahih Muslim lin-Nawawi].
Namun demikian ada beberapa hal yang harus diperhatikan saat membawa anak ke masjid, dimana wajib bagi orang tua atau siapa saja agar tetap menjaga ketenangan saat berlangsung shalat berjamaah. Selain itu harus diperhatikan juga untuk menjaga kesucian masjid, jangan sampai saat membawa anak ke masjid mereka membuang kotoran di area masjid.
Untuk menjaga ketenangan di masjid bisa meletakkannya dalam shaff tersendiri bersama anak-anak lain di belakang shaff orang dewasa. Jika hal ini malah menimbulkan kegaduhan (sebagaimana tabi’at anak yang senang bermain jika berkumpul dengan sesamanya), maka ia bisa meletakkannya diantara shaff-shaff orang dewasa agar supaya mereka merasa segan untuk berbuat kegaduhan karena berdekatan dengan orang dewasa.
Baca juga: Hukum Memelihara Jenggot Dan Dalil-Dalil Tentangnya
Jika dengan cara inipun anak tersebut masih menimbulkan kegaduhan yang sangat mengganggu, sebaiknya anak tersebut jangan dibawa ke masjid hingga ia bisa lebih tenang jika dibawa ke masjid untuk shalat berjama’ah. Dan ini menjadi tugas bagi para pendidik (orang tua) di rumah. Wallaahu a’lam.
Catatan kaki :
[1] Perhatikanlah ! Tangisan bayi yang didengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam menunjukkan bahwa keberadaan anak-anak yang dibawa orang tuanya dalam shalat berjama’ah di masjid adalah fenomena yang biasa di jaman itu.
Salah satu faktor untuk menumbuhkan kebiasaan anak untuk pergi ke Masjid adalah dengan membawa anak ke masjid sejak dini. Apa yang ditanamkan pada sejak dini akan membentuk kebiasaan pada diri anak.
Membawa anak ke Masjid juga dicontohkan oleh Rasuluallah dimana beliau pernah membawa cucu-cucu beliau ke Masjid.
Dalil tentang membawa anak ke Masjid
Ada banyak dalil yang menunjukkan dibolehkannya membawa anak ke masjid, berikut ini beberapa hadits yang menunjukkan kebolehannya, diantaranya adalah :
عَنْ أَنَسِ بنِ مَالِكِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنِّيْ لَأَدْخُلُ فِي الصَّلاَةِ وَأَنَا أُرِيْدُ إِطَالَتَهَا فَأَسْمَعُ بكَاءَ الصَّبِيِّ فَأَتَجَوَزُ فِيْ صَلاَتِيْ مِمَّا أَعْلَمُ مِنْ شِدَّة وَجدِ أمِّهِ مِنْ بُكَائِهِ
Dari Anas bin Malik, bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda : “Sungguh aku akan memulai shalat (berjama’ah) dan aku ingin memperpanjangnya. Namun tiba-tiba aku mendengar suara tangisan seorang bayi. Maka aku memperingan (memperpendek) shalatku, karena aku mengetahui betapa cintanya (gelisahnya) ibunya terhadap tangis (anak)-nya itu” [HR. Bukhari no. 677 dan Muslim no. 470]. [1]
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ شِدَّادِ عَنْ أَبِيْهِ قَالَ خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِيْ إِحْدَى صَلاَتَيِ الْعِشَاءِ وَهُوَ حَامِل حَسَناً أَوْ حسَيْناً فَتَقَدَّمَ رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَوَضَعَهُ ثُمَّ كَبَّرَ لِلصَّلاَةِ فَصَلَّى فَسَجَدَ بَيْنَ ظَهْرَانَيْ صَلاَتِهِ سَجْدَةً أَطَالَهَا قَالَ أَبِيْ فَرَفَعْتُ رَأْسِيْ وَإِذَا الصَّبِيُّ عَلَى ظَهْرِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهُوَ سَاجِد فَرَجَعْتُ إِلَى سُجُوْدِيْ فَلَمَّا قَضَى رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصَّلاَةَ قَالَ النَّاسُ يَا رسول الله إِنَكَ سَجَدْتَ بَيْنَ ظَهْرَانَيْ صَلاَتِكَ سَجْدَة أَطَّلْتَهَا حَتَّى ظَنَنَّا أَنَّهُ قَدْ حَدَثَ أَمْر أَوْ أَنَّهُ يُوْحَى إِلَيْكَ قَالَ كُلُّ ذَلِكَ لَمْ يَكُنْ وَلَكِن ابْنِي ارْتَحَلَنِيْ فَكَرَهْتُ أَنْ أُعَجِّلَهُ حَتَّى يَقْضِيَ حَاجَتَهُ
Abdullah bin Syaddad meriwayatkan bahwa ayahnya berkata : ”Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam menemui kami saat hendak mengerjakan salah satu shalat malam (yaitu maghrib atau ’isya’) sambil membawa Hasan atau Husain. Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam maju dan meletakkan cucunya tersebut lalu mengucapkan takbiratul-ihram dan memulai shalat. Di tengah shalat, beliau sujud cukup lama”. Ayahku berkata : ”Maka aku mengangkat kepala, lalu tampaklah cucu beliau yang masih kecil itu sedang bermain di tas punggung beliau, sedangkan beliau tetap sujud. Maka akupun sujud kembali. Setelah selesai shalat, para shahabat bertanya : ’Wahai Rasulullah, engkau sujud terlalu lama di tengah-tengah shalat tadi, sehingga kami mengira telah terjadi sesuatu, atau engkau sedang menerima wahyu”. Rasulullah shallallaahu ’alaihi wasallam bersabda : ”Semua dugaan kalian tidaklah terjadi. Akan tetapi cucuku ini sedang naik ke punggungku seperti sedang menunggang kendaraan. Aku tidak ingin menyudahinya sampai ia benar-benar berhenti sendiri” [HR. Nasa’i dalam Ash-Shughraa no. 1141; shahih].
عَنْ أَبِي قَتَادَةَ الْأَنْصَارِيِّ قَالَ رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَؤُمُّ النَّاسَ وَأُمَامَةُ بِنْتُ أَبِي الْعَاصِ وَهِيَ ابْنَةُ زَيْنَبَ بِنْتِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى عَاتِقِهِ فَإِذَا رَكَعَ وَضَعَهَا وَإِذَا رَفَعَ مِنْ السُّجُودِ أَعَادَهَا
Dari Abi Qatadah Al-Anshary radliyallaahu ’anhu ia berkata : ”Aku melihat Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam sedang mengimami manusia dan Umamah binti Abil-’Ash – ia adalah anak dari Zainab binti Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam – (digendong) di atas pundakya. Apabila beliau rukuk, maka beliau meletakkannya, dan apabila beliau akan berdiri dari sujud, maka beliau kembali (menggendongnya)” [HR. Bukhari no. 494 dan Muslim no. 543; ini lafadh Muslim].
Imam An-Nawawi berkata ketika menjelaskan hadits di atas :
هَذَا يَدُلّ لِمَذْهَبِ الشَّافِعِيّ - رَحِمَهُ اللَّه تَعَالَى - وَمَنْ وَافَقَهُ أَنَّهُ يَجُوز حَمْل الصَّبِيّ وَالصَّبِيَّة وَغَيْرهمَا مِنْ الْحَيَوَان الطَّاهِر فِي صَلَاة الْفَرْض وَصَلَاة النَّفْل , وَيَجُوز ذَلِكَ لِلْإِمَامِ وَالْمَأْمُوم , وَالْمُنْفَرِد
”Hadits ini sebagai dalil bagi madzhab Asy-Syafi’i rahimahullah dan yang sepakat dengannya bahwasannya diperbolehkan untuk membawa anak baik laki-laki dan perempuan serta hewan yang suci dalam shalat fardlu dan shalat sunnah, baik ia seorang imam, makmun, atau orang yang shalat sendirian (munfarid)” [Syarah Shahih Muslim lin-Nawawi].
Menghindari keributan saat membawa anak ke Masjid
Namun demikian ada beberapa hal yang harus diperhatikan saat membawa anak ke masjid, dimana wajib bagi orang tua atau siapa saja agar tetap menjaga ketenangan saat berlangsung shalat berjamaah. Selain itu harus diperhatikan juga untuk menjaga kesucian masjid, jangan sampai saat membawa anak ke masjid mereka membuang kotoran di area masjid.
Untuk menjaga ketenangan di masjid bisa meletakkannya dalam shaff tersendiri bersama anak-anak lain di belakang shaff orang dewasa. Jika hal ini malah menimbulkan kegaduhan (sebagaimana tabi’at anak yang senang bermain jika berkumpul dengan sesamanya), maka ia bisa meletakkannya diantara shaff-shaff orang dewasa agar supaya mereka merasa segan untuk berbuat kegaduhan karena berdekatan dengan orang dewasa.
Baca juga: Hukum Memelihara Jenggot Dan Dalil-Dalil Tentangnya
Jika dengan cara inipun anak tersebut masih menimbulkan kegaduhan yang sangat mengganggu, sebaiknya anak tersebut jangan dibawa ke masjid hingga ia bisa lebih tenang jika dibawa ke masjid untuk shalat berjama’ah. Dan ini menjadi tugas bagi para pendidik (orang tua) di rumah. Wallaahu a’lam.
Catatan kaki :
[1] Perhatikanlah ! Tangisan bayi yang didengar Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam menunjukkan bahwa keberadaan anak-anak yang dibawa orang tuanya dalam shalat berjama’ah di masjid adalah fenomena yang biasa di jaman itu.
Posting Komentar