Pasca aksi damai 4 November 2016 yang menuntut diadilinya Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama, ada sekelompok elemen masyarakat yang menyebut Partai Islam sebagai anti Pancasila. Saat itu Umat Islam menuntuk haknya sebagai rakyat yang mencintai agamanya dan bukan karena Ahok akan mecalonkan diri sebagai Gubernur DKI apalagi terkait dengan suku dan ras Ahok yang berasal dari warga keturunan. Hal ini terbukti bahwa aksi ini dilakukan oleh Umat Islam dari seluruh Indonesia dan bukan hanya umat Islam yang ada di DKI. Selain itu dalam aksi tersebut juga dihadiri elemaen masyarakat keturunan Tionghoa.
Tuduhan bahwa Islam anti Pancasila melebar pada partai-partai Islam yang menggunakan Islam sebagai azasnya dan Undang-Undang Indonesia tidak melarang penggunaan Islam sebagai azas sebuah partai.
Anggapan bahwa Islam anti Pancasila sebenarnya merupakan penghinaan terhadap para pahlawan yang telah menelorkan dasar Negara ini dimana para perumus pancasila mayoritas adalah Umat Islam. Lebih dari itu, untuk menjaga kebinekaan, Umat Islam merelakan penghapusan beberapa kata di belakang Ketuhanan Yang Maha Esa. Sebagaimana kita ketahui, Piagam Jakarta yang kemudian disebut sebagai UUD 45 salah satu poinnya memuat “ Ketuhanan, Dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Atas permintaan beberapa orang Non Islam dalam perumusan Piagam Jakarta maka kata “Dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” akhirnya dihapus.
Menanggapi tuduhan bahwa Partai Islam anti Pancasila, Mantan ketua MPR 2004 – 2009, Hidayat Nur Wahid mengungkapkan bahwa MPR adalah lembaga negara yang diberi amanah untuk melaksanakan Sosialisasi Pancasila, UUD NRI Tahun1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Perlu diingat Sosialisasi 4 Pilar MPR pertama kali dilakukan oleh MPR dan ketika itu lembaga negara ini dipimpin Hidayat Nur Wahid yang berasal dari PKS yang menggunakan Islam sebagai asasnya.
Hal tersebut disampaikan oleh Hidayat Nur Wahid yang hingga kini masih menjabat sebagai Wakil Ketua MPR saat melakukan Sosialisasi 4 Pilar MPR, di hadapan ratusan warga Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat, (Sabtu, 12/11).
Menurut Hidayat Nue Wahid hal tersebut merupakan bukti bahwa partai Islam tidak anti Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Belakangan ini seolah-olah terjadi gap antara masalah keummatan dan kebangsaan. Keduanya seolah-olah ada halangan. Padahal menurut Politikus senior asl PKS ini antara masalah keummatan dan kebangsaan tidak ada ada jarak.
"Jadi jangan anggap ummat Islam bukan warga negara sehingga aspirasinya tidak didengar," ujarnya.
Umat Islam telah begitu mewarnai setiap bagian dalam perjuangan bangsa mulai dari memperjuangkan kemerdekaan hingga menjaga keutuhan NKRI hingga saat ini.
Hidayat Nur Wahid mengatakan, bahwa dirinya bersyukur bahwa UUD NRI Tahun 1945 sangat memahami masalah keummatan. Dulu semasa Orde Baru, kata Iman dan Taqwa susah masuk dalam UUD. Namun setelah diamandemen, kata Iman dan Taqwa masuk dalam pasal-pasal. "UUD NRI Tahun 1945 akomodatif terhadap masalah keummatan," ujarnya.
Menurut Hidayat Nur Wahid sosialisasi 4 pilar MPR tidak cukup dilakukan oleh MPR. Dia juga mengharapkan agar pemerintah ikut berperan aktif dalam melakukan sosialisasi. Dahulu ada Penataran P4, bahkan ada lembaga khusus yang mengurusi masalah penataran P4 melalui BP7.
Hidayat Nur Wahid menginginkan agar sosialisasi dilakukan secara massif namun dia juga menegaskan agar sosialisasi tidak dilaksanakan dengan indoktrinasi. "Sosialisasi yang kita inginkan tidak indoktrinasi," ujarnya
Tuduhan bahwa Islam anti Pancasila melebar pada partai-partai Islam yang menggunakan Islam sebagai azasnya dan Undang-Undang Indonesia tidak melarang penggunaan Islam sebagai azas sebuah partai.
Anggapan bahwa Islam anti Pancasila sebenarnya merupakan penghinaan terhadap para pahlawan yang telah menelorkan dasar Negara ini dimana para perumus pancasila mayoritas adalah Umat Islam. Lebih dari itu, untuk menjaga kebinekaan, Umat Islam merelakan penghapusan beberapa kata di belakang Ketuhanan Yang Maha Esa. Sebagaimana kita ketahui, Piagam Jakarta yang kemudian disebut sebagai UUD 45 salah satu poinnya memuat “ Ketuhanan, Dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Atas permintaan beberapa orang Non Islam dalam perumusan Piagam Jakarta maka kata “Dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” akhirnya dihapus.
Menanggapi tuduhan bahwa Partai Islam anti Pancasila, Mantan ketua MPR 2004 – 2009, Hidayat Nur Wahid mengungkapkan bahwa MPR adalah lembaga negara yang diberi amanah untuk melaksanakan Sosialisasi Pancasila, UUD NRI Tahun1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika. Perlu diingat Sosialisasi 4 Pilar MPR pertama kali dilakukan oleh MPR dan ketika itu lembaga negara ini dipimpin Hidayat Nur Wahid yang berasal dari PKS yang menggunakan Islam sebagai asasnya.
Hal tersebut disampaikan oleh Hidayat Nur Wahid yang hingga kini masih menjabat sebagai Wakil Ketua MPR saat melakukan Sosialisasi 4 Pilar MPR, di hadapan ratusan warga Kecamatan Menteng, Jakarta Pusat, (Sabtu, 12/11).
Menurut Hidayat Nue Wahid hal tersebut merupakan bukti bahwa partai Islam tidak anti Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Belakangan ini seolah-olah terjadi gap antara masalah keummatan dan kebangsaan. Keduanya seolah-olah ada halangan. Padahal menurut Politikus senior asl PKS ini antara masalah keummatan dan kebangsaan tidak ada ada jarak.
"Jadi jangan anggap ummat Islam bukan warga negara sehingga aspirasinya tidak didengar," ujarnya.
Umat Islam telah begitu mewarnai setiap bagian dalam perjuangan bangsa mulai dari memperjuangkan kemerdekaan hingga menjaga keutuhan NKRI hingga saat ini.
Hidayat Nur Wahid mengatakan, bahwa dirinya bersyukur bahwa UUD NRI Tahun 1945 sangat memahami masalah keummatan. Dulu semasa Orde Baru, kata Iman dan Taqwa susah masuk dalam UUD. Namun setelah diamandemen, kata Iman dan Taqwa masuk dalam pasal-pasal. "UUD NRI Tahun 1945 akomodatif terhadap masalah keummatan," ujarnya.
Menurut Hidayat Nur Wahid sosialisasi 4 pilar MPR tidak cukup dilakukan oleh MPR. Dia juga mengharapkan agar pemerintah ikut berperan aktif dalam melakukan sosialisasi. Dahulu ada Penataran P4, bahkan ada lembaga khusus yang mengurusi masalah penataran P4 melalui BP7.
Hidayat Nur Wahid menginginkan agar sosialisasi dilakukan secara massif namun dia juga menegaskan agar sosialisasi tidak dilaksanakan dengan indoktrinasi. "Sosialisasi yang kita inginkan tidak indoktrinasi," ujarnya
Posting Komentar